Kesalahan Sevel: Diam Saat Dicontek Kompetitor

Kesalahan Sevel: Diam Saat Dicontek Kompetitor

Maikel Jefriando - detikFinance
Selasa, 25 Apr 2017 14:44 WIB
Foto: Rachman Haryanto
Jakarta - Umur 7-eleven terbilang pendek. Masuk ke Indonesia pada 2008 silam, menghebohkan pasar dalam negeri dengan konsepnya, hingga harus menelan pil pahit atas kerugian beruntun dalam dua tahun terakhir.

21 April 2017, PT Modern Internasional Tbk mengumumkan penjualan 7-eleven kepada PT Charoen Pokphand Restu Indonesia (CPRI) yang merupakan entitas dari PT Charoen Pokphand Indonesia (CPI) Tbk. Nilainya mencapai Rp 1 triliun.

"Kesalahan 7-eleven adalah tidak berkembang," kata Konsultan Bisnis Djoko Kurniawan kepada detikFinance, Selasa (25/4/2017).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Baca juga: Bisnis Makin Redup, Sevel Akhirnya Dijual

Waralaba yang dikenal dengan sebutan sevel ini tadinya memiliki kekuatan pada konsep. Sevel hadir berbeda di tengah dominasi Alfamart, dan Indomaret serta Circle K. Di mana tidak hanya menjual produk, namun juga memberikan tempat untuk bersantai berupa kursi, meja hingga wifi.

Pada 2011 lalu, memang baru 50 gerai yang tersedia, akan tetapi setahun kemudian meningkat menjadi dua kali lipat. Dua tahun kemudian, jumlah gerai sevel di Jakarta dan sekitarnya sudah mencapai 190 gerai.

Cepatnya progres bisnis sevel sempat membuat para kompetitor sulit bernafas. Pemain lama bahkan meniru cara sevel menyediakan fasilitas dengan sangat spesifik. Meskipun namanya berbeda. Ada juga pemain baru, seperti Lawson, Family Mart.
7-eleven7-eleven Foto: Agung Pambudhy


Sayangnya ketika mendapatkan perlawanan, sevel hanya diam. Tidak ada sesuatu yang baru dimainkan sevel sejak awal kemunculan di Indonesia. Maka bukan suatu yang aneh bila kemudian lapak sevel disalip oleh kompetitor.

"Awalnya konsep itu milik sevel, tapi ditiru oleh yang lain dan sevel tidak ada perkembangan. Padahal dalam strategi bisnis ketika bisa mendapatkan momentum maka harus terus dikembangkan," jelasnya.

Kondisi semakin buruk akibat regulasi pemerintah, salah satunya larangan penjualan alkohol di minimarket. Tertulis dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 06/M-DAG/PER/1/2015 tentang Pengendalian dan Pengawasan terhadap Pengadaan, Peredaran, dan Penjualan Minol.

Pada sisi lain, ekonomi juga tengah dalam perlambatan. Sehingga kemampuan masyarakat untuk belanja juga berkurang. Kondisi ini yang memunculkan ungkapan banyak orang nongkrong di sevel tapi enggak jajan. Ujungnya, 30 gerai sevel ditutup.

Baca juga: Nongkrong Enggak Jajan, Bikin Banyak Sevel Tutup?

Djoko menambahkan, kesalahan lain dari sevel adalah tidak main di luar Jabodetabek. Indomaret, kata Djoko yang meniru konsep sevel melalui nama Indomaret Point justru sekarang lebih berkembang pesat.

"Konsep sevel sudah disamai oleh Indomaret Point. Bahkan lebih bagus karena berani main sampai ke daerah-daerah," terangnya. (mkj/dna)

Hide Ads