Direktur Modern Internasional Donny Susanto menjelaskan, memang MSI yang dulunya bernama PT Modern Putra Indonesia (MPI) mendapatkan hak untuk mengembangkan Sevel selama 20 tahun ditambah 10 tahun masa perpanjangan.
"Dengan tidak beroperasi, maka secara otomatis terminate," tuturnya dalam acara Public Exposes Isidentil di Kantor Pusat Sevel, Jakarta, Jumat (14/7/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Contoh kami punya jari 5 ada 1 yang sakit. Memang sedih tapi harus kita potong supaya semuanya masih bisa hidup. Kita punya Richo dan lain-lain yang harusnya bisa berkembang karena fokus kita di sevel. Mengenai rinciannya ke depan sedang kita bicarakan, yang penting lukanya harus diamputasi dulu," imbuhnya.
Donny mengakui, pada saat Sevel beridiri perseroan terlalu agresif dan bernafsu mengembangkannya. Ratusan gerai dibuka sekaligus dalam waktu hanya beberapa tahun.
"Dengan dampingan dari Sevel kami melakukan investasi cukup cepat dan agresif. Fasilitas dapur kita berstandar, dindingnya saja harus foodgrade. Tentu itu membutuhkan modal yang besar," tukasnya.
Menurut laporan keuangan konsolidasian MDRN kuartal I-2017 (tidak diaudit), perusahaan ini masih mengalami kerugian sebesar Rp 447,9 miliar. Angka tersebut berbanding terbalik dengan kondisi perseroan di kuartal I-2016 yang masih mampu membukukan laba sebesar Rp 21,3 miliar.
Adapun total liabilitas (kewajiban) MDRN di kuartal I-2017 mencapai Rp 1,38 triliun sedangkan total asetnya mencapai Rp 1,57 triliun. Jika dibagi rasio solvabilitas MDRN adalah 0,88 kali. Kewajiban itu sebagian besar dari Sevel.
"Yang paling memberatkan kami pembayaran bunga dan pokok bunga ini yang membuat modal kerja kita tergerus. Sehingga tidak bisa melanjutkan operasional. Bunga kita juga kontribusi terbesar pinjaman dari bisnis Sevel," tukasnya. (ang/ang)











































