Mantan Direktur Bursa Efek Jakarta yang kini aktif menjadi investor, Hasan Zein Mahmud mengatakan, biasanya saham yang digoreng terlihat ketika saham yang biasanya tidak likuid tiba-tiba bergerak.
Misalnya saham A tidak pernah terlihat bergerak, tiba-tiba saja terlihat transaksi di pasar reguler dengan nilai besar. Saat itu biasanya bandar sedang melancarkan aksinya untuk memancing investor ritel membeli saham tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lalu bisa juga terjadi sebaliknya. Ada juga tujuan bandar untuk menurunkan harga saham sehingga mereka bisa membelinya di level termurah. Bandar yang biasanya memiliki saham yang menjadi target dengan jumlah yang banyak melakukan aksi jual dengan harga di bawah rata-rata.
"Begitu ada yang jual orang mikir wah bakalan mau turun. Lalu mereka tiba-tiba ikut jual, ini namanya panic selling. Dia (bandar) tinggal dipungutin saja. Itu bisa dilihat dari jumlah sahamnya, siapa pialangnya, tapi saya enggak pernah melihat itu," tambah Hasan.
Menurutnya jika ingin aman, pilihlah saham-saham berkapitalisasi besar dan likuid. Sulit bagi oknum bandar untuk bermain di saham-saham tersebut, sebab banyak pelaku pasar yang juga memilikinya.
"Kalau saya lihat perusahaan ini bagus, manajemennya bagus, mau orang mainkan ya tidak apa-apa. Karena pada ujungnya akan kembali lagi. Walaupun perusahaan di bidang menengah walaupun dimainkan akan balik lagi. Bandar kan juga butuh tidur suatu saat dia juga bosan dan cari saham yang lain," tukasnya.
Selain itu lihat juga nilai kewajaran sebuah saham. Muhammad Nafan Aji analis Binaartha Parama Sekuritas mengatakan ada beberapa cara untuk melihat nilai kewajaran sebuah saham, salah satunya dengan melihat Price to Book Value (PBV) dan Price Earning Ratio (PER).
"Semakin tinggi PBV-nya, semakin prospektif emiten ke depannya. Kalau PBV di bawah 1 kali maka bisa jadi prospeknya enggak bagus. Selain itu semakin kecil PER-nya, semakin murah harga sahamnya. Kalau PER-nya di atas 40 kali itu sudah mahal," terangnya. (ang/ang)