Dalam POJK tersebut para perusahaan tercatat di pasar modal diwajibkan menggunakan AP ataupun KAP yang terdaftar di OJK. Penetapannya juga melalui RUPS dan berdasarkan rekomendasi dari komite audit dan dewan komisaris.
Namun yang menuai protes lantaran POJK tersebut langsung berlaku untuk laporan keuangan tahun buku 2016. Itu artinya para emiten hanya diberikan waktu satu bulan untuk menjalankannya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, pria yang akrab disapa Franky itu menyesali pengenaan sanksi berupa denda bagi emiten yang belum menjalankan. Tercatat bagi emiten yang terlambat menyampaikan laporan berkala sampai dengan 30 hari berikutnya dikenakan dengan Rp 100 ribu per hari atau Rp 3 juta maksimal, dan jika belum disampaikan sampai melebihi batas waktu itu maka dendanya sebesar Rp 5 juta.
Menurut Franky denda tersebut memang terbilang kecil. Namun pengenaan dengan menjadi catatan buruk bagi corporate secretary yang menangani urusan tersebut.
"Kalau dikenakan denda atau penalti itu kan KPI-nya corsec," tambahnya.
Dia juga menyesali sikap OJK yang terkesan terburu-buru menerapkan POJK tersebut. Seharusnya ada masa transisi untuk penerapannya.
"Beberapa emiten agak tersinggung, bukannya enggak mau. Seolah-olah dipaksakan untuk tahun 2016. Sedangkan formatnya baru diterima Juni 2017 kemarin dan harus selesai akhir bulan. Sebenarnya kita bersedia kok melakukan itu," tukasnya.
Sekadar informasi, hari ini OJK bersama dengan AEI kembali menggelar sosialisasi terkait POJK tersebut. Acara ini dihadiri puluhan perwakilan emiten. (ang/ang)