Namun performa keuangan IAA tengah memburuk. IAA pada semester I-2017 mengalami kerugian sebesar Rp 557,88 miliar. Kerugian tersebut membengkak 1.507% jika dibandingkan dengan rugi bersih periode yang sama di 2016 sebesar Rp 34,7 miliar.
Padahal pendapatan IAA di paruh pertama tahun ini meningkat dari semester I-2016 Rp 1,8 triliun menjadi Rp 1,9 triliun. Laba Usaha juga meningkat dari Rp 23,5 miliar menjadi Rp 212,1 miliar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lalu meningkatkan utilisasi armada pesawat IAA. Adapun jumlah pesawat IAA saat ini sebanyak 17 unit yang statusnya terdiri dari 5 dengan skema sewa pembiayaan (finance lease) dan 12 pesawat dengan skema sewa operasi dari pihak ketiga.
"(Kami) menjaga biaya agar tetap rendah tanpa mengesampingkan faktor keselamatan penerbangan dan operasi," kata Sekretaris Perusahaan CMPP Angela Surniati menjawab pertanyaan BEI dilansir dari keterbukaan informasi, Rabu (20/9/2017).
Pihaknya juga akan meminimalisasi efek kenaikan harga bahan bakar dengan melakukan fuel hedging. Disamping juga memanfaatkan kerja sama dengan seluruh maskapai yang beroperasi dalam grup AirAsia.
Baca juga: Ini Calon 'Pemilik' Baru AirAsia |
Dalam hal meningkatkan on time performance (OTP) dan tingkat keterisian IAA akan melakukan rotasi pesawat yang efisien, melakukan promosi, menawarkan harga yang kompetitif dan melakukan riset terlebih dahulu sebelumnya membuka rute.
Menurut data yang dipaparkan perseroan jumlah pesawat yang dioperasikan IAA dari 2014-2016 terus menurun. Pada 2014 30 pesawat, 2015 sebanyak 17 pesawat dan 2016 sebanyak 14 pesawat, sementara di 2017 bertambah lagi menjadi 17 pesawat.
Namun tingkat ketersian meningkat seiring dengan menurunkan kapasitas penumpang. Pada 2014 kapasitas 10,04 juta seat tingkat keterisian 78%, 2015 kapasitas 8,2 juta seat tingkat keterisiannya 74% dan 2016 kapasitas 5,6 juta seat tingkat keterisiannya 84%. (ang/ang)