Mulai dari salah satu lini bisnisnya di bidang jasa keuangan, Astra kini masuk ke dalam bisnis asuransi lewat anak usaha Asuransi Astra Buana dan Astra Life. Nama terakhir menjadi yang paling baru bagi Astra lantaran potensi penduduk kelas menengah yang semakin bertambah jumlahnya di Indonesia, seiring dengan makin baiknya literasi masyarakat akan pentingnya produk asuransi jiwa.
"Grup astra beberapa tahun terakhir banyak melakukan investasi di anak-anak usahanya. Kita lihat potensi middle class terus bertambah sehingga ada potensi masuk ke bisnis life insurance," kata Head Investor Relations PT Astra International Tbk (ASII) Tira Adianti dalam workshop wartawan pasar modal di JSC Hive Coworking Space, Jakarta Selatan, Rabu (18/4/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, di lini bisnis alat berat, Astra kini juga memperlebar cakupan jenis bisnis alat berat dengan masuk ke kontraktor pembangkit listrik atau energi.
Melalui anak usahanya PT United Tractor Tbk, Astra memiliki 25% saham dalam konsorsium PT Bhumi Jati Power bersama dengan Sumitomo Corporation Group dan The Kansai Electric Power Co., Inc. Group. Masuknya Astra ke bisnis pembangunan pembangkit lantaran tak bisa terus-terusan mengandalkan penjualan batu bara yang terlalu volatile.
"Beberapa tahun terakhir kita berpikir untuk mengurangi ketergantungan dengan batu bara. Di 2011 dan 2012 memang baik. Tapi 2014 itu waktu harganya jatuh, kita langsung nyungsep. Belajar dari pengalaman itu, manajemen mencoba me-redefine bisnisnya, mencari another thermal pole. Yaitu suatu yang terkait dengan infrastruktur dan energi. Karena negara ini butuh infrastruktur dan energi," jelas Tira.
Astra juga melakukan diversifikasi usaha di lini bisnis agribisnis yang selama ini mengandalkan perkebunan kelapa sawit lewat anak usaha PT Astra Agro Lestari. Tira bilang saat ini Astra sudah memulai bisnis peternakan sapi di kebun kelapa sawit yang mereka miliki lewat PT Agro Menara Rachmat dan produksi produk turunan minyak kelapa sawit.
"Kita mulai sekarang fokus ke downstream. Jadi nggak cuma produksi minyak kelapa sawit tapi juga membuat produk olahannya. Lalu ada cattle in palm oil (ternak sapi di kebun kelapa sawit). Sapi-sapi yang kita impor ditaroh di kebun kelapa sawit dan sukses bertahan hidup dan ternyata cocok dengan iklim di Indonesia," ungkapnya.
Begitu pula di lini bisnis infrastruktur dan logistik. Astra kini semakin gencar berinvestasi di bisnis jalan tol seiring dengan makin besarnya kebutuhan infrastruktur di tanah air. Melalui anak usahanya PT Astra Infrastructure, saat ini Astra telah memiliki total konsesi 353 km jalan tol di seluruh Indonesia, di mana 269 km di antaranya saat ini sudah beroperasi.
"Mudah-mudahan 2019 sudah fully operational," katanya.
Namun demikian, bisnis otomotif saat ini masih menjadi penopang dari grup konglomerasi yang dirintis oleh keluarga William Soerjadjaja ini. Dari total pendapatan sebesar Rp 206,05 triliun sepanjang 2017, pendapatan dari lini bisnis otomotif masih mendominasi dengan capaian revenue sebesar Rp 95,2 triliun atau naik 1% dari tahun sebelumnya.
"Otomotif masih jadi largest revenue. Sekitar 47% dari total earns. Di mobil, kami masih memimpin pasar tapi market share turun karena kompetisi. Produksi domestik kendaraan mobil di Indonesia baru 1,1 juta. Sudah 3 tahun terakhir seperti itu karena kondisi global yang lesu. Sepeda motor juga kami masih memimpin pasar 75% market share. Begitu pula di alat berat lewat Komatsu," pungkasnya.
Baca juga: Fakta Suntikan Modal Rp 16 Triliun Go-Jek |