Demi Rupiah, Pengusaha Cari Cara Tak 'Kecanduan' Dolar AS

Demi Rupiah, Pengusaha Cari Cara Tak 'Kecanduan' Dolar AS

Achmad Dwi Afriyadi - detikFinance
Rabu, 03 Okt 2018 22:54 WIB
Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani/Foto: Muhammad Idris/detikFinance
Jakarta - Pengusaha sedang mencari cara supaya tak tergantung dengan dolar Amerika Serikat (AS). Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani menerangkan, tahun ini sampai tahun 2019 fokus menstabilkan nilai tukar rupiah dengan cara menghilangkan ketergantungan pada dolar AS.

"Jadi rencana kita akhir tahun sampai 2019 konsentrasi membantu stabilkan rupiah," kata Hariyadi di Kawasan Kuningan Jakarta, Rabu (3/10/2018).


Hariyadi memaparkan nilai perdagangan Indonesia dengan semua negara sebesar US$ 334 miliar. Sementara, nilai perdagangan dengan Amerika Serikat (AS) dan Singapura porsinya relatif kecil dengan total sekitar 16%, dan nilai perdagangan ini yang sebenarnya murni menggunakan dolar AS.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Dibandingkan keseluruhan nggak signifikan, yang jadi pertanyaan ketergantungan (dolar) begitu tinggi," ujarnya.

Saat ini Apindo berupaya mengarahkan industri menggunakan mata uang lain selain dolar AS.


"Sehingga akan memulai akan mencoba mengarahkan industri kita, bagaimana kalau underlying selain dolar. Kalau nggak diselesaikan supply demand sampai kapan masalah terus. Supply kecil, tapi demand tinggi, akan sulit. Kalau seperti ini volatilitas akan repot," terang Hariyadi.

Untuk menggunakan mata uang lain, Hariyadi akan berkoordinasi dengan bank dan industri. Lalu, akan berkoodinasi juga dengan pemerintah agar menjembatani langkah tersebut.


"Saya akan mulai industri dengan bank dulu. Kalau bank yang urus teknis masalah infrastruktur, kalau mereka nggak masalah akan bicarakan dengan pemerintah untuk dijembatani, omong G to G supaya ada payungnya yang membuat kedua belah pihak ini mau mengguna currency di luar dolar," kata dia.

Hariyadi menambahkan mata uang yang bisa digunakan macam-macam. Bisa dengan yuan, apalagi nilai dagang Indonesia-China mencapai US$ 64 miliar. Lalu, dengan Uni Eropa berikut mata uanganya karena nilai perdagangan mencapai US$ 35 miliar atau Australia dengan nilai perdagangan US$ 16 miliar.

"Kalau mereka setuju, tinggal arahkan ke pelaku usaha supaya mau," tutup Hariyadi. (hns/hns)

Hide Ads