Jakarta -
Dominasi dolar Amerika Serikat (AS) masih berlangsung. Mata uang Garuda masih terkapar dan tak mampu membendung penguatan dolar AS.
Dolar AS masih bertengger di level Rp 15.200. Tercatat sudah 12 hari dolar AS berada di atas level Rp 15.000.
Lalu bisakah dolar AS kembali menjinak ke bawah level Rp 15.000?
Nilai tukar rupiah masih belum bisa keluar dari tekanan atas penguatan dolar Amerika Serikat (AS). Dolar AS masih bertahan di level Rp 15.200.
Melansir data Reuters, pada hari Minggu, dolar AS dibuka langsung menguat ke level tertinggi Rp 15.230. Sempat bertahan di level itu selama beberapa waktu.
Meski begitu, rupiah sempat memberikan perlawanan. Dolar AS hari ini sempat menyentuh level Rp 15.175. Namun fluktuasi masih terjadi.
Hingga berita ini diturunkan dolar AS masih berada di atas level Rp 15.200 an. Level ini masih tertinggi dalam sejarah nilai tukar RI.
Padahal kemarin, Dolar AS sempat lengser dari level Rp 15.200 dan bertengger di posisi Rp 15.190.
Penguatan dolar Amerika Serikat (AS) masih belum bisa diredam. Sudah lebih dari 12 hari dolar AS betah di atas level Rp 15.000.
Melansir data Reuters, dolar AS mulai menembus level Rp 15.000 pada 2 Oktober 2018 yang ditutup pada level Rp 15.045.
Setelah hari itu dolar AS setiap harinya terus menguat. Bahkan pada 9 Oktober 2018 dolar AS sempat sentuh level Rp 15.230.
Meskipun keesokan harinya pada 10 Oktober 2018, rupiah sempat menguat. Namun dolar AS masih bertengger di level Rp 15.203. Kemarin Dolar AS masih bertahan di level Rp 15.200.
Menurut para analis, dalam waktu sepertinya sulit dolar AS bisa kembali lagi ke level di bawah Rp 15.000. Mata uang Paman Sam itu memang tengah dalam tren penguatannya bukan hanya terhadap rupiah tapi juga mata uang lainnya.
Vice President Research Artha Sekuritas Frederik Rasali menilai tekanan terhadap rupiah masih berlanjut. Mengingat bank sentral AS The Fed masih akan menaikan suku bunga acuannya hingga akhir tahun.
"Saya belum melihat bisa stabil di bawah Rp 15.000 karena tekanan suku bunga The Fed masih dalam tekanan naik dan juga kebutuhan impor dalam negeri masih cukup tinggi," ujarnya kepada detikFinance.
Analis Binaartha Sekuritas Muhammad Nafan Aji Gusta juga melihat hal yang sama bahwa rupiah masih sulit untuk menguat di bawah Rp 15.000. Sebab Bank Indonesia (BI) sang penjaga moneter sepertinya sudah beberapa kali mengeluarkan jurusnya dengan menaikkan suku bunga acuan BI 7 days reverse repo rate.
"Kelihatanya sudah tidak bisa lagi menaikkan suku bunga, karena yang jadi masalah takutnya menghambat pertumbuhan ekonomi," tuturnya.
Tekanan terhadap rupiah juga sepertinya masih akan berlanjut sampai tahun depan. Mengingat The Fed berencana menaikkan suku bunga acuannya lagi di tahun depan sebanyak 3 kali.
Namun tekanan itu bisa direda asalkan pemerintah bisa mengatasi lebarnya defisit transaksi berjalan. Lalu menggunakan instrumen kebijakan yang mampu mendatangkan investasi seperti relaksi perpajakan.
Nafan memprediksi, dolar AS di tahun depan akan bergerak dalam rentang resistance Rp 15.640 dan support Rp 14.425.
Halaman Selanjutnya
Halaman