Piutang tersebut berasal dari kerjasama dengan PT Mahata Aero Teknologi untuk pemasangan layanan konektivitas (onboard wifi) dan hiburan pesawat. Nilainya mencapai US$ 239,94 juta atau sekitar Rp 3,36 triliun.
Menurut Pengamat BUMN Said Didu Garuda Indonesia harus menjelaskan kerjasama tersebut secara rinci ke publik. Dia menduga ada permainan yang dilakukan manajemen untuk mempercantik laporan keuangannya melalui kerjasama tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Said menjelaskan memang secara akrual basis piutang bisa dimasukkan ke dalam pos pendapatan. Namun piutang itu harus berasal dari bisnis inti perusahaan bukan sampingan seperti pemasangan wifi.
"Kalau perusahaan batubara ya pendapatan dari tambang batubara. Tapi ini kan menimbulkan pertanyaan, itu kan di luar bisnis utama. Contoh lain perusahaan penyewa gedung, kalau ada pendapatan dari iklan di dinding gedung itu KAP biasanya menolak, kecuali dari sewa gedung. Ini kan di luar bisnis inti, apalagi ini piutang," ujarnya.
Dia juga curiga dengan kantor akuntan publik yang digunakan Garuda Indonesia. Seharusnya KAP bisa mendeteksi piutang tersebut.
"Seharusnya piutang misalnya agen perjalanan ke Timur Tengah membayar duluan itu bisa. Ini kan pemaksaan, laporan keuangan dibedakin," tegasnya. (das/dna)