Beberapa pihak khawatir akan terjadi kerusuhan nantinya. Lalu apakah kabar ini menjadi sentimen negatif bagi pasar modal yang belakangan ini terus tertekan?
Vice President Research Artha Sekuritas Frederik Rasali menilai kabar adanya pergerakan massa tidak memberikan pengaruh terhadap pasar modal. Anjloknya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) lebih disebabkan momen musiman investor yang melakukan aksi jual.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sepertinya tidak. Memang musimnya investor sedang cash in. Biasanya kuartal II kan dana banyak turun untuk bayar dividen, bayar bonus tahunan, bayar tunjangan. Maka arus dana banyak yang keluar," ujarnya kepada detikFinance, Senin (20/5/2019).
Di dunia pasar modal juga ada mitos momen yang di sebut sell on May and go away. Mitos itu tentang adanya aksi jual besar-besaran yang terjadi di bulan Mei.
Menurut Frederik, mithos itu sebenarnya tidak berlaku di Indonesia beberapa tahun ke belakang. Hal itu lantaran IHSG masih murah yang bisa dilihat dari price book value (PBV) dan price earning ratio (PER).
"Tahun ini sepertinya terjadi karena PER (TTM) kita sudah di atas average market Asia, 18x kalau tidak salah," tuturnya.
Gejolak di pasar modal Indonesia memang mulai terasa sejak awal bulan ini. Dia perkirakan IHSG akan terus berada di zona merah dan mulai pulih pada Agustus mendatang.
Sekedar informasi, IHSG pada awal tahun berada di kisaran 6.100an. IHSG juga sempat menyentuh level 6.600an.
Namun belakangan ini IHSG terus melemah. Dari awal tahun IHSG tercatat melemah 5,2%. Bahkan selama sepekan kemarin IHSG turun 6,16% ke level 5.826,87 dari 6.209,12. Investor asing juga telah melakukan aksi jual selama sepekan sebesar Rp 3,16 triliun. (das/zlf)