Dahlan membedakan orang dengan kelas 'sikap keuangan' dan 'ahli keuangan'.
"Belum tentu orang yang ahli keuangan punya 'watak keuangan'. Sebaliknya belum tentu yang punya 'sikap keuangan' adalah 'ahli keuangan'. Yang terbaik adalah ahli keuangan yang punya 'sikap keuangan'," kata Dahlan dalam blog pribadinya, disway, Senin (29/7/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau tidak, mana mungkin bisa. Dalam keadaan bisnis seperti itu Garuda bisa laba Rp 70 miliar. Di laporan keuangan tahun 2018 yang ia buat," lanjutnya lagi.
Dahlan mengutip sebuah ungkapan: "Mereka boleh pintar, tapi kita tidak boleh bodoh". Mantra yang menurutnya bisa dipakai oleh siapa saja. Termasuk dalam perkara menyikapi laporan keuangan Garuda Indonesia ini.
Dahlan mengakui Direktur Keuangan Garuda Indonesia sangat pintar. Ahli keuangan, dengan membuat Garuda Indonesia terlihat laba Rp 70 miliar, padahal rugi Rp 2,4 triliun.
"Tapi OJK (Otoritas Jasa Keuangan) tidak bodoh. BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) tidak bodoh. Menteri Keuangan tidak bodoh. Dua komisaris Garuda itu tidak bodoh," ungkapnya.
Sebanyak dua komisaris yang dia maksud adalah mereka yang menolak menandatangani laporan keuangan tersebut, yaitu Dony Oskaria dan Chairal Tanjung.
Mantan Dirut PLN ini juga menyoroti kerja sama antara Garuda dan Mahata, yang jadi cikal bakal dipolesnya laporan keuangan perseroan. Kata Dahlan, kerja sama pengadaan WiFi di pesawat ini akan diaplikasikan di Citilink, anak usaha Garuda. Kerja sama tersebut akhirnya dibatalkan. Nah, Citilink, kata Dahlan, saat ini melayani rute-rute penerbangan jarak pendek.
"Yang jarak terbangnya hanya satu sampai dua jam. Adakah begitu pentingnya urusan yang sampai tidak bisa ditunda dua jam? Sampai harus menggunakan WiFi yang mahal?" tulis Dahlan.
Atas hal itu, dia 'memuji' ahli keuangan yang membuat semua itu.
Tapi, kata Dahlan, bagi orang yang punya 'sikap keuangan', hal itu tidak akan dilakukan. "Ia justru akan mengingatkan atasannya. Mengenai risiko bagi perusahaan," tuturnya.
Jika hal tersebut dilakukan, ada beberapa motif yang melatarbelakangi. Dahlan mengatakan bisa saja langkah tersebut untuk menipu pasar agar harga sahamnya naik. Pasalnya, Garuda tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI). Bagi BUMN, bisa saja upaya memoles laporan keuangan bertujuan untuk membuat pimpinan senang.
Bagi manajemen perseroan sendiri, adanya laba bisa menngkatkan bonus bagi para karyawannya.
"Garuda adalah perusahaan publik, milik negara, dan memiliki sistem bonus (tantiem) untuk manajemennya," tuturnya.
Soal laba perusahaan, Dahlan menyebut ada laba yang mengandung 'lemak dan kolesterol'. Laba yang kualitasnya rendah. Laba yang kelihatannya baik, tapi justru bisa mematikan.
"Salah satu kolesterol itu adalah 'piutang'. Terutama 'piutang ragu-ragu'. Yang belum tentu bisa benar-benar menjadi pendapatan," tutur Dahlan..
"Bisa saja tiba-tiba orangnya meninggal. Atau bangkrut. Atau justru menggugat. Bisa juga alasan administrasi: fakturnya salah, bunyi kontraknya tidak jelas, atau tagihannya tidak sampai," sambungnya.
Masih banyak jenis 'lemak' dan 'kolesterol' dalam sebuah laporan keuangan. Sumber-sumber penyakit itu kadang tidak terlihat. Manakala justru manajemenlah yang menghendaki dimasukkannya lemak-lemak itu. Dan kolesterol-kolesterol itu. Maafkan, seperti kuliah akuntansi tingkat TK," katanya.
lantas timbul pertanyaan, mana yang lebih baik: orang keuangan yang ahli keuangan atau yang memiliki sikap keuangan?
"Yang ahli keuangan sekaligus punya sikap keuangan," katanya Dahlan.
(zlf/zlf)