BEI juga telah menyiapkan berbagai peraturan untuk menunjang perusahaan yang belum menghasilkan keuntungan bisa memperoleh dana dari pasar modal. Salah satunya menjaga agar saham-saham di papan akselerasi tidak disusupi pelaku goreng saham.
"Ya bukan dijamin tapi kita meminimalisir. Kan yang bikin orang tertarik masuk ke saham gorengan karena naik, nah ini kita batasi," ujar Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa PT Bursa Efek Indonesia, Laksono Widito Widodo di Gedung BEI, Jakarta, Senin (7/10/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
BEI pun mengeluarkan aturan batasan pegerakan saham di papan akselerasi yang jauh lebih kecil. Auto reject atau pembekuan otomatis di papan akselerasi berbeda dengan papan utama.
Untuk harga saham Rp 1-10 per lembar auto reject-nya Rp 1. Sementara untuk harga Rp 11 dan seterusnya adalah 10%.
"Jadi kalau naik atau pun turun Rp 1 akan kena auto reject itu untuk harga sampai Rp 10. Sementara di atasnya naik ataupun turun dibatasi 10%," ujarnya.
Dengan begitu, harga saham di papan akselerasi tidak akan bergerak liar. Pertumbuhan ataupun penurunannya sangat terbatas. Oleh karena itu saham-saham di papan akselerasi ditujukan untuk investor besar dan profesional yang paham mengenai valuasi perusahaan.
"Tujuannya perlindungan kepada investor. Artinya orang yang melakukan transaksi ini tahu risikonya bahwa ini perusahaan startup," terang Laksono.
Untuk harga penawaran di papan akselerasi dibatasi minimal Rp 50. Bedanya, saham di papan akselerasi tidak ada batasan harga bawah yang biasnya di level Rp 50 per lembar. Artinya saham di papan akselerasi bisa sampai Rp 1 per lembar.
BEI sendiri telah mengubah aturan persyaratan bagi calon emiten yang ingin masuk ke papan akselerasi. Salah satu yang diubah adalah perubahan penghitungan aset dari yang sebelumnya bersifat tangible atau nyata menjadi bersifat intangible atau tidak nyata. Tujuannya untuk mengakomodir penilaian perusahaan di startup yang tidak dihitung berdasarkan aset nyatanya.
Untuk kelas menengah, minimum aset intangible-nya sebesar Rp 250 miliar. Sedangkan untuk kelas kecil hanya Rp 50 miliar.
(das/eds)