Kepala Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia (BI) Nanang Hendarsah menjelaskan penguatan Rupiah hari ini ditopang pasokan valas dari investor asing dan eksportir.
Penguatan juga terjadi karena pasar melihat tensi ketegangan antara AS dan Iran sedikit mereda, sementara mengantisipasi pertemuan delegasi AS dan China pada 15 Januari 2020 dalam rangka penandatangan kesepakatan fase I mengenai penyesuaian tarif impor.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Lompat 48 Poin, IHSG Ditutup Hijau di 6.274 |
Setelah fase I selesai diperkirakan akan dinegosiasikan penyesuaian tarif 15% untuk impor AS dari China senilai US$ 250 miliar.
"Pasar juga bereaksi positif atas sikap presiden Trump yang membuka diplomasi dengan Pemerintahan Iran meski akan memberi tambahan sanksi kepada negara tersebut," kata Nanang saat dihubungi detikcom, Kamis (9/1/2020).
Dia menjelaskan sentimen positif global tersebut mendorong investor asing hari ini banyak memburu SBN di pasar sekunder, yang sampai pukul 15.00 WIB membukukan net beli Rp 35,6 triliun. Indikasi penguatan Rupiah juga sudah terlihat dari kurs NDF offshore di penutupan NDF pasar luar negeri yang sudah bergerak di bawah Rp 13.900, bahkan sempat menyentuh Rp 13.870.
Menurut dia, besarnya dana asing yang masuk ke pasar SBN menggambarkan masih kuatnya kepercayaan investor global terhadap perekonomian Indonesia.
Kemudian di samping dari segi valuasi obligasi Indonesia menawarkan yield yang attractive (7%) relatif, baik terhadap yield obligasi AS di sekitar 1,8% maupun terhadap obligasi di kawasan Asia. Indonesia masih memerlukan arus masuk dana asing karena untuk menutup defisit transaksi berjalan.
Meski masuknya dana dari investor global menopang pasokan valas di dalam negeri, tetap perlu diwaspadai karena masuk keluarnya (*in/out) sangat sensitive terhadap dinamika global.
"Yang penting kepercayaan investor global terhadap Indonesia perlu terus dipupuk, dengan menerrapkan kebijakan makro ekonomi yang konsisten dan pruden," jelas dia.
(kil/dna)