Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah mengungkapkan sederet saham berisiko tinggi yang dikoleksi oleh Jiwasraya. Salah satunya adalah saham PT PP Properti Tbk dengan kode PPRO.
Menanggapi hal tersebut, manajemen PPRO buka suara. Direktur Keuangan PPRO Indaryanto menegaskan bahwa manajemen tidak tahu-menahu soal pembelian saham Jiwasraya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski tercatat sebagai saham lapis kedua, Indaryanto menegaskan bahwa kinerja sahamnya tidak bisa dibilang buruk seutuhnya. Bila menilik ke belakang, PPRO sebenarnya memang pernah masuk ke kategori saham LQ45 atau deretan 45 saham dengan likuiditas yang tinggi.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), PPRO masuk dalam LQ45 untuk periode Februari-Juli 2017 dan Agustus 2017-Januari 2018.
"Kita sempat mengalami dan menikmati kenaikan saham kok, terutama banyak saham-saham ritel di PPRO, kan banyak teman-teman yang istilahnya pemegang saham di PPRO tiba-tiba jadi jutawan, sahamnya naik terus," sambungnya.
Ia pun meyakinkan seluruh pemegang saham agar tidak khawatir dan terburu-buru melepas saham dari PPRO.
"Jadi yang ingin saya tekankan kepada shareholder kita, bahwa kita sedang tidak kenal mengenal dengan teman-teman tadi. Mereka hanya share holder kita. Memang kalau kita lihat di prospektus, Jiwasraya sampai 8%, Asabri 5% di PP Properti, tapi kita tidak ngerti. Yang jelas tugas kami adalah berkinerja baik, memberi keuntungan, memberi deviden kepada pemegang saham, masalah harga saham naik turun itu di luar kendali kami," pungkasnya.
Untuk diketahui, emiten di sektor properti ini menargetkan perolehan laba sebesar Rp 346 miliar di tahun 2020.
Demi mencapai laba tersebut, anak usaha BUMN ini membutuhkan pemasaran baru sebesar Rp 2,6 triliun, di mana Rp 2,27 triliun setara 87,3% saldo pemasaran sudah dipegang pada akhir 2019 lalu.
Sehingga target pemasaran tahun 2020, hanya sebesar Rp 821 miliar. Kendati begitu, manajemen PPRO optimistis mampu mencapai marketing sales tahun ini sekitar Rp 3,8 triliun.
Saham PPRO Jadi Anjlok
Lantaran pemberitaan tersebut, harga saham PT PP Properti Tbk (PPRO) terus merosot sejak awal 2020. Berdasarkan data RTI, harga saham PPRO turun 17,65% year to date (ytd) ke level Rp 56.
Penurunan ini disebut-sebut terjadi karena saham PPRO masuk dalam portofolio PT Asuransi Jiwasraya dan PT Asabri (Persero).
Sebagaimana diketahui, komposisi shareholder PT Asuransi Jiwasraya (persero) di saham PPRO ialah sebanyak 8,51% sedangkan PT Asabri (Persero) Dapen Polri memegang saham 5,33%.
Meski mengakui adanya penurunan nilai jual saham, namun Indaryanto enggan mengaitkan langsung pergerakan harga saham itu dengan kasus Jiwasraya dan Asabri.
"Sebenernya kita dari manajemen engga tahu menahu dengan pergerakan saham seperti itu (berkaitan atau tidak). Itu di luar ya, tugas kita adalah berusaha memberikan fundamental yang baik, berkinerja dengan baik, tiap tahun untung, deviden juga dibagikan kepada pemegang saham," ujarnya.
Lebih lanjut, dia menilai harga saham PPRO saat ini yang hampir menyentuh gocap dinilai masih bagus. Pasalnya, PPRO pernah melakukan stock split dengan rasio 1:4. Artinya dengan harga saat ini, setara dengan harga Rp 224 sebelum stock split.
"Kalau pun nanti tetap dihargai sekitar Rp 55, itu masih oke kok, karena di atas Rp 185," imbuhnya.
Lagi pula, kata Indaryanto, perusahaan masih memiliki banyak proyek dan landbank yang menandakan bisnis PPRI masih terus berjalan.
Di samping itu, demi meningkatkan harga saham, manajemen menurut Indaryanto tetap menyiapkan strategi tertentu.
"Kita akan consider, ada pemikiran untuk buyback tadi. Kita akan bicara dengan pemegang saham. Mumpung saham lagi turun," pungkasnya.
(das/das)