Properti merupakan salah satu sektor yang menjadi motor penggerak nasional. Perusahaan properti biasanya bergantung pada perbankan untuk pembiayaan proyek.
Direktur Pengembangan Bursa Efek Indonesia (BEI) Hasan Fawzi mengungkapkan perusahaan properti yang menggunakan dana dari perbankan untuk operasional pasti membutuhkan biaya yang lebih besar karena ada bunga.
"Kalau dari perbankan kan memang ada biaya bunga yang harus dibayar. Kalau di bank harus dilihat juga kelayakannya, tapi tidak semua perusahaan bankable atau dapat mengakses sumber dana dari bank. Kalau dia mencatatkan saham di bursa ini bentuknya kan sharing ownership, artinya sharing kepemilikan," kata Fawzi di Gedung BEI, Jakarta, Kamis (27/2/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia mengungkapkan, prospek mencari dana dari lantai bursa sangat besar karena ada 2,6 juta investor pasar modal yang siap mendapatkan penawaran untuk penggalangan dana dari korporasi.
Selain itu, jika menggunakan jalur pasar modal, perusahaan akan lebih rapi dan lebih mengutamakan keterbukaan informasi. "Sehingga investor dan perusahaan akan tumbuh bersama," ujarnya.
Hasan menjelaskan tahun ini merupakan waktu yang tepat untuk perusahaan properti yang ingin melantai di bursa. Apalagi kebijakan moneter dari bank sentral sudah sangat akomodatif. Yakni penurunan suku bunga acuan yang terus dilakukan, hal ini disebut akan mendorong bisnis properti nasional.
"Ini akan terasa manfaatnya untuk industri real estate, karena mereka sensitivitas terhadap suku bunga pinjaman itu cukup tinggi," jelas dia.
Akses dana dari pasar modal juga menjadi jawaban dari kendala struktur permodalan dan akses pendanaan yang terbatas dari anggota Real Estat Indonesia (REI) DKI Jakarta ini.
(kil/ara)