Kekhawatiran dari peningkatan baru kasus virus Corona diprediksi akan merusak prospek ekonomi. Di Inggris saja, sentimen negatif Corona telah membuat pasar saham rugi lebih dari Β£ 50 miliar atau Rp 940 triliun (dalam kurs Rp 18.800).
Dilansir dari BBC, Selasa (22/9/2020), indeks saham FTSE 100 London ditutup turun 3,4%. Saham maskapai penerbangan, perusahaan perjalanan, grup hotel, dan pub menjadi yang paling tertekan.
Hal itu terjadi di tengah kekhawatiran penerapan lockdown jilid 2 di beberapa negara besar. Tak terkecuali di Inggris, Perdana Menteri Boris Johnson diketahui sedang mempertimbangkan langkah untuk melakukan lockdown dengan skala kecil selama dua minggu di Inggris.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meskipun langkah-langkah ini tidak akan separah lockdown sebelumnya di awal pandemi, namun dinilai akan tetap membebani aktivitas ekonomi dan dapat menghambat pemulihan pasca lockdown. Perusahaan yang mengandalkan orang-orang untuk keluar dan bergaul terkena dampak paling parah.
Pukulan terburuk menghantam British Airways IAG, sahamnya turun 12%. Penurunan besar juga terjadi pada saham perusahaan pub dan restoran Mitchells & Butlers, yang turun lebih dari 15%.
Belum lagi, saham perbankan baru saja mengalami pukulan telak oleh serangkaian kekhawatiran tambahan karena tuduhan pencucian uang muncul dalam file rahasia yang bocor.
HSBC, bank yang menjadi pusat skandal, harga sahamnya jatuh 5,3% di London. Pengungkapan skandal tersebut juga menyeret kinerja seluruh sektor, bank-bank besar lainnya turun juga nilai sahamnya.
Di bursa Wall Street Amerika Serikat saja, saham JP Morgan Chase turun 3% dan Bank of New York Mellon turun 4% sebagai tanggapan atas laporan tersebut. Indeks FTSE 250, yang dipandang sebagai cerminan kekuatan ekonomi Inggris pun ditutup hampir 4% lebih rendah.
Mata uang Poundsterling juga melemah terhadap dollar AS, jatuh 1% menjadi US$ 1,2790. Nilainya juga turun 0,4% terhadap euro menjadi β¬ 1,0897.
Baca juga: Jakarta Dikepung Banjir, IHSG Dibuka Melemah |