Alibaba mencetak rekor penjualan baru pada momen singles day atau hari jomblo yang selalu dirayakan pada 11 November atau 11.11. Singles Day merupakan kebaikan dari Valentine's Day.
Mengutip CNBC, Rabu (11/11/2020), Alibaba berhasil mencatat penjualan baru senilai US$ 56 miliar. Namun keberhasilan tersebut dibayangi dengan penurunan saham sekitar 8%. Penurunan harga saham ini dikarenakan peraturan antitrust baru di China.
Singles Day merupakan acara belanja 24 jam di China yang memberikan diskon atau potongan harga besar-besaran untuk jutaan produk di pkatform e-commerce seperti Alibaba, JD.com, dan lainnya. Acara ini lebih banyak menghasilkan penjualan dibandingkan Black Friday dan Cyber Monday di Amerika Serikat (AS), sekalipun kedua acara itu digabung.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Alibaba menyatakan nilai penjualan kotor di seluruh platform belanja Alibaba lebih dari 372,3 miliar yuan atau setara US$ 56,42 miliar pada pukul 12.300 waktu setempat. Itu adalah jumlah total sejak acara belanja ini dimulai pada 1 November. Angka itu melebihi capaian Alibaba di Hari Jomblo tahun lalu yang sebesar 268,4 miliar yuan.
JD.com, saingan terbesar Alibaba menyebut volume transaksi di platformnya sebesar 200 miliar yuan pada pukul 12.09 waktu setempat.
"Kami mungkin akan menggandakan tahun lalu atau bahkan lebih dari itu, dan 11.11 ini benar-benar menunjukkan kebiasaan konsumsi benar-benar telah berpindah online, tidak hanya di tingkat kota tetapi seluruh negeri," kata Jacob Cooke, CEO WPIC.
Meski sudah mencetak rekor penjualan baru, harga saham Alibaba dan JD.com malah anjlok karena pemerintah China telah mengajukan peraturan baru mengenai antitrust.
Saham Alibaba yang terdaftar di AS ditutup turun lebih dari 8% menjadi US$ 266,54 pada Selasa waktu setempat. Saham raksasa teknologi asal China yang terdaftar di Hong Kong pun turun sekitar 8% pada siang ini waktu setempat.
Sementara saham JD.com di bursa utama AS ditutup lebih rendah dari 5% pada hari Selasa waktu setempat, sementara di bursa saham Hong Kong turun 7% pada siang ini waktu setempat.
"Potensi penerapan peraturan baru antitrust berdampak negatif bagi sebagian perusahaan internet besar, terutama di e-commerce dan pengiriman makanan," kata analis Morgan Stanley dalam catatan yang diterbitkan pada hari Rabu.
(hek/dna)