Lonjakan kasus COVID-19 di Jakarta membuat wacana lockdown semakin kencang. Jika Jakarta harus lockdown apakah akan mempengaruhi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)?
Pendiri LBP Institute Lucky Bayu Purnomo mengungkapkan sebenarnya IHSG hari ini berada di kisaran 6.002 pada Jumat lalu berada di posisi 6.007. Memang jika Jakarta lockdown akan memberikan sentimen negatif. Namun akan berbeda dengan seperti tahun lalu IHSG anjlok.
"Tahun lalu kan belum ada budaya new normal dan persiapan yang lebih terstruktur," kata dia saat dihubungi detikcom, Senin (21/6/2021).
Apalagi sejak Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumumkan kasus positif pertama COVID-19 pada 2 Maret tahun lalu. Hal itu membuat IHSG merosot 91 poin ke level 5.361.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Semakin banyaknya kasus positif ini makin membuat IHSG turun ke level 5.136 atau merosot 6,5%. Hal ini yang paling langka di luar krisis ekonomi. Kondisi ini membuat Bursa Efek Indonesia (BEI) melakukan penghentian perdagangan atau trading halt.
Namun kondisi ini disebut kemungkinan besar tak akan terjadi lagi. Karena pasar sudah lebih rasional dan siap menghadapi sentimen-sentimen negatif. Apalagi sekarang indeks mengalami koreksi akan berada di level 5.890 karena itu merupakan kinerja indeks terendah hari ini.
Lucky menyebut untuk rekomendasi saham yang siap dengan kondisi guncangan adalah saham perbankan. Misalnya rekomendasi saham BRI yang hari ini justru naik 1,53%.
Direktur TRFX Garuda Berjangka Ibrahim mengungkapkan jika Jakarta menerapkan lockdown ini tidak akan mempengaruhi IHSG. "Sebenarnya tidak akan mempengaruhi karena kalau dulu kan belum siap, sekarang pasti akan ada sentimen negatif, tapi beberapa minggu akan stabil kembali," jelas dia.
Apalagi sekarang kondisi ekonomi sudah mulai membaik bahkan sebelum Idul Fitri. Seperti cadangan devisa, inflasi, suku bunga BI yang rendah hingga sudah mulai turunnya suku bunga kredit.
Ibrahim mengungkapkan, jika memang pemerintah akan memberlakukan lockdown akan ada konsekuensi ke perekonomian. Namun lockdown bisa menjadi pilihan terbaik untuk menekan laju penyebaran virus. Setelah itu baru pemerintah kemudian memikirkan perekonomian.
"Pemerintah harus berani lockdown, sebenarnya pemerintah masih ketakutan PDB nya gagal total. Padahal masih tumbuh positif saja sudah bagus," jelasnya.