Blibli Mau Nyusul IPO, Bakal Bernasib Sama dengan Bukalapak?

Blibli Mau Nyusul IPO, Bakal Bernasib Sama dengan Bukalapak?

Danang Sugianto - detikFinance
Selasa, 31 Agu 2021 20:00 WIB
PT Siloam International Hospitals Tbk melakukan pencatatan saham di Bursa Efek Indonesia, Jakarta. Saham perdana PT Siloam International Hospitals Tbk (SILO) dibuka naik di level Rp 9.150 per saham dari harga penawaran umum saham perdana atau Initial Public Offering (IPO) Rp 9.000 per saham.
Foto: Rachman Haryanto
Jakarta -

Para perusahaan teknologi berbasis aplikasi dikabarkan akan menyusul PT Bukalapak.com Tbk (BUKA) untuk melakukan initial public offering (IPO). Selain GoTo, yang terbaru muncul kabar dari Blibli.

Euforia saat Bukalapak IPO begitu besar. Namun euforia itu pula yang membuat saham Bukalapak bergejolak. Setelah sempat menguat di beberapa hari awal, saham BUKA terus turun bahkan hingga ke level di bawah harga IPO dan sekarang kembali normal.

Lalu apakah perusahaan sejenis yang akan melakukan IPO akan bernasib sama?

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia, Sukarno Alatas menilai, kejadian yang dialami saham BUKA bisa saja terulang di saham-saham para perusahaan teknologi yang mau IPO itu. Sebab dia melihat penurunan saham BUKA sebagian besar akibat keluarnya investor asing. Sehingga banyak yang menduga IPO Bukalapak hanyalah exit strategy dari investor eksisting.

"Iya asing trus jual sebagai bagian dari exit strategy dalam memanfaatkan minat investor ritel," ucapnya kepada detikcom, Selasa (31/8/2021).

ADVERTISEMENT

Menurutnya jika ada perusahaan yang sejenis mau IPO, kemungkinan hal yang sama terjadi cukup besar. Itu bisa terjadi jika pemegang sahamnya menilai sudah waktunya keluar dan peluang untuk tumbuh dinilai cukup kecil.

Seperti diketahui saham Blibli sendiri dimiliki oleh GDP Venture, sebuah perusahaan modal ventura punyanya Djarum Group. Meski bukan pihak asing, namun menurutnya bisa saja pemilik saham eksisting hendak keluar atau malah sebaliknya menambah kepemilikan jika valuasinya murah.

"Ada banyak kemungkinan yang akan terjadi. Bisa jadi asing mengambil kesempatan exit strategy atau asing bisa tambah jika penilaiannya calon emiten ini valuasinya murah dan dinilai memiliki prospek," terangnya.

Namun yang pasti menurut Sukarno, dengan jumlah emisi yang besar seperti yang ada di Bukalapak, akan dibutuhkan modal yang besar pula untuk menjaga kenaikan harga sahamnya di pasar nanti.

"Ditambah lagi banyak kepentingan atau banyak perbedaan pandangan terkait kapan waktu jual dan beli jadi sangat sulit untuk kita memperkirakan ke depannya," ucapnya.

Sementara SVP Research Kanaka Hita Solvera Janson Nasrial lebih melihat dari prospek e-commerce di Indonesia yang masih sangat besar. Mengingat size digital ekonomi Indonesia pada 2025 disebut-sebut bisa tumbuh ke US$ 150 miliar dan transaksi digital tumbuh ke US$ 1,2 triliun untuk wilayah ASEAN.

"Namun itu semua tergantung kepada ekosistem dari perusahaan e-commerce tersebut. GoTo, Bukalapak, Blibli yang sangat luar biasa ekosistemnya dan menghasilkan multiplier ekonomi efek toward Indonesia economy," ucapnya.

Memang perusahaan teknologi seperti itu masih identik dengan bakar uang. Namun jika mereka memiliki amunisi hal itu tetap bisa dilakukan hingga mereka bisa mencapai titik impasnya.

"Merger Tokopedia dan Gojek nilainya juga luar biasa, US$ 18 miliar. IPO BUKA juga US$ 1,5 miliar. Dari total kedua transaksi tersebut dan itu jelas-jelas dibelakangnya investor asing kok. So prospek IPO perusahaan berbasis teknologi akan semakin ramai ke depan. Apalagi likuiditas juga masih melimpah ruah," tutupnya.


Hide Ads