Mata Uang Turki Anjlok hingga Inflasi Tinggi, Erdogan Sans Ae

Mata Uang Turki Anjlok hingga Inflasi Tinggi, Erdogan Sans Ae

Aulia Damayanti - detikFinance
Senin, 06 Des 2021 10:32 WIB
Turkeys President Recep Tayyip Erdogan looks up during a joint news conference with German Chancellor Angela Merkel following their meeting at Huber Villa presidential palace, in Istanbul, Turkey, Saturday, Oct. 16, 2021. The leaders discussed Ankaras relationship with Germany and the European Union as well as regional issues including Syria and Afghanistan. (AP Photo/Francisco Seco)
Foto: AP/Francisco Seco
Jakarta -

Mata uang Turki, Lira, tahun ini anjlok 45%. Namun, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan tampaknya tidak khawatir akan hal tersebut.

Dikutip dari BBC, Senin (6/12/2021) Erdogan tetap mendorong ekonomi negaranya dengan berbagai kebijakan yang terbalik dengan kekhawatiran para ekonom. Salah satunya menurunkan suku bunga di Turki, di saat inflasi di dunia dan Turki tengah naik.

Bagi Erdogan, kenaikan suku bunga hanya membuat orang kaya akan menjadi kaya dan yang miskin menjadi semakin miskin.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun di sisi lain, inflasi di Turki sudah melonjak di atas 21%. Kini suku bunga di Turki pun baru saja diturunkan lagi dari 16% menjadi 15%. Penurunan itu menjadi yang ketiga kalinya dalam setahun.

Kebijakan itulah yang disebut membuat mata uang Turki, Lira anjlok. Penurunan nilai mata uang Lira juga berbarengan dengan Erdogan yang sudah tiga kali mengganti Presiden Bank Sentral. Pekan lalu, Erdogan juga kembali mengganti Menteri Keuangan Turki.

ADVERTISEMENT

Belum lagi, perekonomian Turki yang sangat bergantung pada impor untuk memproduksi barang dari makanan hingga tekstil, sehingga kenaikan dolar terhadap lira berdampak langsung pada harga produk yang beredar di masyarakat.

Misalnya Tomat yang bahan penting dalam masakan Turki. Untuk menanam tomat, produsen perlu membeli pupuk dan gas impor. Gara-gara itu, menurut Kamar Dagang di Pusat Pertanian, Antalya harga tomat naik 75% pada Agustus, dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Salah satu petani Sadiye Kaleci mengeluhkan dirinya yang harus menjual bahan baku makanan murah, tetapi biaya belinya sudah mahal. Kini bensin, pupuk, hingga tanaman pun ikut naik harganya.

"Bagaimana kita bisa menghasilkan uang dari ini? Kami jual murah, tapi biaya beli mahal," katanya.




(ang/ang)

Hide Ads