PT Bursa Efek Indonesia (BEI) optimis terhadap prospek dan kinerja pasar modal Indonesia pada tahun ini. Terlebih setelah adanya penyesuaian Peraturan Bursa No I-A.
Perlu diketahui bahwa belum lama ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah memberlakukan aturan Saham dengan Hak Suara Multipel (SHSM), dilanjutkan dengan Bursa yang melakukan penyesuaian Peraturan Bursa No I-A tentang Pencatatan Saham dan Efek Bersifat Ekuitas.
Adapun tujuan dari inisiatif ini adalah untuk memberikan pintu yang luas bagi perusahaan dari sektor new economy untuk dapat tercatat di Bursa.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita lakukan penyesuaian terhadap Peraturan Pencatatan Saham No I-A. Kita sadar ada perubahan dan perkembangan model bisnis yang kategorinya new economy," ujar Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna, dalam keterangannya, Senin (7/2/2022).
Melalui berbagai terobosan baru terutama dalam penyesuaian peraturan pencatatan ini, nantinya pihak Bursa dapat dengan mudah mengakomodasi perusahaan-perusahaan new economy di bidang teknologi, atau perusahaan rintisan dengan valuasi lebih dari US$ 1 Miliar alias unicorn untuk tercatat di BEI.
Hal ini menjadi penting sebab menurut Nyoman, saat ini proyeksi perusahaan dari sektor new economy untuk meramaikan pasar Modal Indonesia cukup tinggi. Menurutnya Indonesia saat ini adalah penghasil perusahaan dengan valuasi unicorn terbanyak di ASEAN.
Diketahui bahwa 9 dari 15 unicorn di ASEAN berasal dari Indonesia. Sementara itu, tidak kurang dari 37 centaur, perusahaan rintisan dengan valuasi antara US$ 100 juta - US$ 1 Miliar, atau 38% dari jumlah centaur di Asia Tenggara berasal dari Indonesia.
"Kita sudah bertemu dengan sekitar 50 unicorn dan centaur di Indonesia, 15 di antaranya telah menyatakan rencana go public. Tentu ini hal yang menggembirakan bagi kita," ucap Nyoman.
Simak Video "Video: BEI Kaji Rencana Pemangkasan Jumlah Satuan Lot Saham"
[Gambas:Video 20detik]