Menurut Hary Tanoe, total luasan area pertambangan dari sembilan perusahaan itu mencapai 74 ribu hektare. Sumber daya batu baranya mencapai 1,6 metrik ton (MT), namun perkiraan cadangan terbuktinya sekitar 500-700 MT per tahun.
"Sumber dayanya, dari 7 yang belum produksi saja 1,4 miliar MT, 2 yang pertama sudah produksi 200 juta MT. Jadi, kurang lebih 1,6 miliar metrik ton, itu baru perkiraan," ungkap Hary Tanoe.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Biasanya batu bara dibor dulu agar ketahuan proven-nya. Perkiraan kami reserve-nya 500-700 MT yang mineable dan bisa ditambang," katanya.
Hary Tanoe menyatakan pada 2022 produksi batu bara BCR bakal ditambah hingga mencapai 8 juta MT, dua perusahaan di bawah BCR bakal melakukan produksi tahun ini. Dengan begitu, bila dihitung keuntungannya bisa jadi meningkat hingga 3 kali lipat.
"Saya kasih hint sedikit. Di 2021, BCR itu pendapatannya Rp 1,1 triliun lebih dengan produksi 2,5 juta MT. Nah kalau bisa ditingkatkan 8 juta metrik ton tahun ini, maka keuntungan tinggal dikali tiga aja. Tiga kali lipat naiknya," papar Hary Tanoe.
Sebagai informasi, IATA mengakuisisi 99,33% saham BCR dengan harga mencapai US$ 140 juta. Jumlah itu dinilai dari harga dua anak usaha batu bara yang sudah berproduksi. IATA pun berencana bakal melakukan rights issue saham untuk membiayai akuisisi dari BCR.
"Yang dinilai dua perusahaan saja yang sudah produksi. Sisanya bonus buat IATA. Yang tujuh nggak dihitung karena belum produksi," kata Hary Tanoe.
(hal/ara)