Dolar AS 'Menggila', Rupiah Tertekan Bikin Harga Makin Mahal

Dolar AS 'Menggila', Rupiah Tertekan Bikin Harga Makin Mahal

Sylke Febrina Laucereno - detikFinance
Rabu, 13 Jul 2022 16:44 WIB
Melanjutkan tren positif sejak Selasa kemarin, nilai tukar rupiah menguat melawan dolar AS.
Foto: Grandyos Zafna
Jakarta -

Dolar Amerika Serikat (AS) terus mengalami penguatan. Hal ini membuat mata uang negara lain tertekan termasuk rupiah.

Kepala Ekonom PermataBank Josua Pardede mengungkapkan rupiah cenderung mengalami pelemahan, terutama karena ekspektasi inflasi yang meningkat di berbagai negara, dan diikuti oleh kenaikan suku bunga global.

"Hal ini yang kemudian mendorong pelemahan sebagian besar mata uang Asia belakangan. Tidak hanya dari sisi ekspektasi kebijakan moneter global, sentimen risk-off juga mulai meningkat seiring dengan potensi risiko resesi global akibat mulai menurunnya indikator ekonomi negara maju," kata dia saat dihubungi, Rabu (13/7/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dia mengungkapkan pelemahan rupiah ini pada dasarnya didorong oleh faktor eksternal, yaitu dari sisi sentimen suku bunga dan juga kekhawatiran dari resesi.

Oleh karena itu, kebijakan yang efektif dalam penanganan pelemahan rupiah kali ini adalah kebijakan moneter, yang dapat berpengaruh lebih cepat.

ADVERTISEMENT

"Salah satu alternatif dalam stabilisasi nilai tukar di jangka pendek untuk bank sentral di antaranya adalah kebijakan intervensi yang lebih agresif untuk menahan pelemahan lebih lanjut, ataupun menaikkan suku bunga, dengan harapan gap suku bunga antara Indonesia dan negara maju cenderung lebih meningkat lagi," jelas dia.

Kemudian pelebaran gap tersebut diharapkan dapat menarik kembali arus aliran modal asing ke Indonesia, sehingga nilai tukar dapat kembali menguat terhadap Dolar AS.

"Dari sisi fundamental, pada dasarnya transaksi berjalan Indonesia diperkirakan masih solid, terlihat dari neraca perdagangan yang masih membukukan surplus relatif besar, sehingga intervensi untuk mendorong ekspor belum akan terlalu signifikan pada nilai tukar rupiah," jelasnya.

Sementara dari sisi lapangan usaha yang memiliki komponen impor yang tinggi sementara penjualannya dalam denominasi rupiah diperkirakan akan berdampak dari pelemahan nilai tukar rupiah. Beberapa sektor domestik yang memiliki komponen impor yang tinggi antara lain industri tepung gandum, perhiasan, pesawat terbang dan jasa perbaikannya, barang-barang dan elektronik.

Direktur CELIOS Bhima Yudhistira Adhinegara mengungkapkan, sebenarnya dampak yang akan terasa dari penguatan dolar AS ini adalah kenaikan harga barang seperti elektronik, suku cadang otomotif sampai obat-obatan yang memang bahan bakunya impor.

Dia menyebutkan dengan naiknya harga bahan baku ini maka biaya produksi akan naik signifikan akibat inflasi dan selisih kurs yang membuat perusahaan yang memiliki ketergantungan impor sebagai efisiensi.

"Risiko efisiensi ini akan ada potensi gelombang PHK pada industri manufaktur," kata dia.

Dari data Reuters sore ini dolar AS kembali menguat berada di posisi nyaris Rp 15.000 yaitu Rp 14.9990. Pergerakan sepanjang hari tercatat Rp 14.966 hingga Rp 14.998.

Kemudian dari data Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) per 13 Juli 2022 tercatat Rp 14.985. Pada 6 Juli 2022 sempat menyentuh level Rp 15.015, kemudian menguat ke level Rp 14.986.



Simak Video "Video Ketua MPR soal Rupiah Nyaris Rp 17 Ribu Per USD: Momentum Tingkatkan Ekspor"
[Gambas:Video 20detik]

Hide Ads