Baru Dapat Pinjaman Rp 46 T dari IMF, Mata Uang Mesir Terjun Bebas

Baru Dapat Pinjaman Rp 46 T dari IMF, Mata Uang Mesir Terjun Bebas

Anisa Indraini - detikFinance
Senin, 31 Okt 2022 10:13 WIB
Pound Mesir
Foto: Dok. CNN Money
Jakarta -

Pound Mesir turun sekitar 3% menjadi 23,8 terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Pelemahan ini terjadi setelah pihak berwenang mengumumkan kesepakatan kerja sama dengan Dana Moneter Internasional (IMF).

Pound Mesir bahkan turun sekitar 14,5% menjadi 23,1 terhadap dolar AS pada Kamis (27/10), setelah mereka menjanjikan nilai tukar fleksibel yang tahan lama setelah mencapai kesepakatan pendanaan senilai US$ 3 miliar atau setara Rp 46,54 triliun (kurs Rp 15.514) dari IMF.

Mata uang Mesir telah dipertahankan stabil atau dibiarkan terdepresiasi secara bertahap setelah sempat devaluasi tajam pada 2016 dan Maret 2022. Sepanjang tahun ini, Pound Mesir sudah melemah sekitar 34% terhadap dolar AS.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam sebuah catatan, JP Morgan menganggap sesuatu yang terjadi pada Pound Mesir merupakan harga yang wajar. Pihaknya mengharapkan terjadi penyesuaian bertahap hingga level 23,5 terhadap dolar AS pada akhir tahun 2022.

"Kami memperkirakan USD/EGP akan tetap di bawah tekanan dalam beberapa hari mendatang karena menemukan level kliring, tetapi kami melihat penyesuaian (Kamis) cukup untuk menutup sebagian besar ketidakseimbangan eksternal," bunyi catatan itu dikutip dari Reuters, Senin (31/10/2022).

ADVERTISEMENT

Sejauh ini Mesir telah berjuang untuk mengatasi dampak perang di Ukraina yang menyebabkan arus keluar begitu cepat dari investasi portofolio, kenaikan tagihan impor komoditas dan penurunan pendapatan pariwisata.

Hal itu memperkenalkan persyaratan wajib bagi importir untuk menggunakan letter of credit yang menyebabkan penurunan tajam dalam impor dan kemacetan di pelabuhan. Bank sentral setempat mengatakan syarat secara bertahap akan dihapus pada Desember 2022.

"Ke depan, penting bagi Mesir untuk menepati janjinya untuk fleksibilitas mata uang daripada mengelola depresiasi di masa depan dan memungkinkan ketidakseimbangan," kata Ekonom Senior di Tellimer, Patrick Curran.




(aid/zlf)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads