Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bercerita mengenai 'perang' yang terjadi pada tahun 2022 yang berdampak pada banyak bursa. Perang yang dimaksud ialah perang terhadap inflasi.
Sri Mulyani mengatakan, tahun 2022 seharusnya menjadi tahun pemulihan ekonomi. Namun, banyak negara maju justru mengalami pelemahan ekonomi, di mana mereka merevisi pertumbuhan ekonominya ke bawah.
Bukan hanya pelemahan ekonomi. Dunia dihadapkan oleh dampak kondisi geopolitik menyebabkan gangguan dari sisi suplai. Hal itu pun menimbulkan masalah yang kompleks kepada para pembuat kebijakan karena dunia dihadapkan pada inflasi yang tinggi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini yang menyebabkan kompleksitas dari policy maker di seluruh dunia untuk menghadapi dilema antara kenaikan inflasi yang sangat tinggi, bukan disebabkan hanya dari sisi demand side, tapi lebih ke supply side. Namun, pada saat yang sama demand memang recover karena sesudah pandemi," ungkapnya dalam acara Peresmian Penutupan Perdagangan Bursa Efek Indonesia 2022, Jumat (30/12/2022).
Masalah yang kompleks ini memberikan dampak yang pasti terhadap bursa. Sebab, inflasi yang tinggi direspons secara global melalui kenaikan suku bunga acuan.
"Dan perang terhadap inflasi ini menjadi frontline battle, tidak hanya perang di Ukraina yang telah menyebabkan dampak dan implikasi secara global. Namun sekarang perang terhadap inflasi menjadi battle ground utama," ujarnya.
Menurut Sri Mulyani, kenaikan suku bunga acuan ini menjadi medan perang bursa di mana saja. Ia pun tak heran jika banyak bursa berada di zona merah.
"Instrumennya tentu saja adalah dari bank sentral-bank sentral kenaikan suku bunga dan likuidatas. Ini battle ground dari bursa efek di mana saja. Makanya no wonder semuanya mengalami merah karena tidak ada yang tidak terpengaruh pada saat battle ground anda dalam puncak peperangan yaitu kenaikan suku bunga tinggi, pengetatan likuiditas, pasti akan berimbas pada bursa efek di mana saja," ujarnya.
Menurutnya, capaian yang terjadi pada bursa Indonesia merupakan hal yang tidak biasa. Meski, pertumbuhannya mungkin tak setinggi yang diharapkan.
"Jadi saya benar-benar meletakkan ini karena tadi yang dilaporkan Pak Iman (Dirut Bursa Efek Indonesia) adalah sesuatu eksepsional, kita masih mengalami hijau. Mungkin tidak setinggi yang diharapkan," katanya.
(acd/das)