Pada akhir tahun lalu, Farras menambahkan, GOTO juga sudah menyelesaikan beberapa Pekerjaan Rumah (PR) terutama biaya operasional melalui sejumlah efisiensi. Mulai dari penghentian bakar uang sampai restrukturisasi karyawan dengan memangkas 12% jumlah karyawan.
Selain itu, sentiment negatif dari periode lock-up saham GOTO juga sudah berakhir sejak direalisasikan pada akhir November 2022.
Memasuki tahun 2023, Farras menerangkan, isu positif terbesar GOTO salah satunya adalah potensi profitabilitas yang memungkinkan diraih lebih cepat dari perkiraan. Dari segmen bisnis e-Commerce, misalnya, keputusan untuk menaikkan net take Tokopedia menjadi 4%, berpotensi memberikan pendapatan tambahan hingga Rp 2,1 triliun.
"Kenaikan take-rate sangat penting dalam misi GOTO untuk mencapai profitabilitas lebih cepat. Hal lain yang patut diperhatikan adalah upaya GOTO untuk membukukan margin kontribusi positif dari Gojek dan GoTo Financial pada 2Q23, yang menurut kami sangat mungkin tercapai mengingat GOTO telah menaikkan net take rate Gojek menjadi 20,8% dan diperkirakan akan kembali dinaikkan sebesar +150 bps per kuartal sembari mengurangi biaya operasional," ulasnya.
Sejumlah faktor positif dan posisi undervalue dimaksud mendorong kenaikan harga saham GOTO sampai dengan pekan awal tahun 2023. Terjadi di tengah masih tingginya tekanan jual oleh investor asing di pasar saham Indonesia.
Pada akhir pekan kemarin, misalnya, investor asing mencatatkan penjualan bersih (foreign net sell) sebesar Rp 505,18 miliar. Secara kumulatif pada pekan pertama tahun ini penjualan bersih investor asing tercatat sebesar Rp 2,18 triliun.
Terjadinya aksi jual oleh investor asing tersebut tercermin pada saham-saham bigcap, salah satunya PT Bank Mandiri Tbk (BMRI). Secara volume, investor asing tercatat melepas 4 juta (net sell) saham BMRI pada akhir pekan kemarin.
Hal yang sama terjadi di saham BBCA. Tercatat investor asing melepas sebanyak 9,1 juta (net sell) saham bank swasta terbesar di Indonesia ini.
(dna/dna)