Bursa Kabron Beda Sama Saham, Begini Mekanisme Dagangnya

Bursa Kabron Beda Sama Saham, Begini Mekanisme Dagangnya

Shafira Cendra Arini - detikFinance
Rabu, 27 Sep 2023 13:27 WIB
Bursa Karbon
Peluncuran Bursa Karbon Indonesia. (Foto: Shafira Cendra Arini/detikcom)
Jakarta -

Komitmen Indonesia dalam mengurangi emisi karbon dibuktikan dengan peluncuran Bursa Karbon Indonesia atau IDXCarbon. Melalui pasar karbon ini, dapat terjadi transaksi jual-beli karbon dari perusahaan yang mampu menekan emisi kepada perusahaan yang melewati batas emisi.

Walau sama-sama berada di bawah naungan PT Bursa Efek Indonesia (BEI), cara kerja bursa karbon ini cukup berbeda dengan bursa saham. Pembeda utamanya ialah produk yang diperdagangkan, yang mana bursa karbon memperdagangkan kredit atas pengeluaran gas karbon dioksida (CO2).

Kredit karbon sendiri adalah batas jumlah gas rumah kaca yang dimiliki perusahaan-perusahaan. Dengan kredit ini setiap perusahaan memiliki hak untuk mengeluarkan kadar karbon dalam batas tertentu dalam proses industri.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sebagai perumpamaan, ambang batas kredit karbon ialah di angka 10. Artinya, suatu perusahaan hanya boleh mengeluarkan karbon dengan jumlah setara 10 kredit karbon. Bila karbon yang dikeluarkan masih di bawah angka 10, maka kredit karbon yang tersisa bisa diperjualbelikan. Sementara bila ada perusahaan yang mengeluarkan karbon di atas 10, maka perusahaan itu harus membeli kredit dari pihak lain agar jumlah emisi karbonnya tetap di bawah 10.

Sistem ini memiliki dua fungsi, pertama memberikan insentif bagi perusahaan yang sudah menjaga praktik berbisnisnya dengan memperhatikan keberlanjutan lingkungan dengan menjaga agar emisi yang dikeluarkan berada di bawah ambang batas. Semakin kecil emisinya, semakin banyak kredit karbon yang bisa diperjualbelikan dan menambah keuntungan.

ADVERTISEMENT

Sebaliknya, fungsi kedua adalah dapat memberikan perusahaan yang emisi karbonnya tinggi biaya tambahan yang sangat besar akibat praktik bisnisnya yang tidak ramah lingkungan. Dengan kata lain, perusahaan mendapat tanggung jawab tambahan. Harapannya, perusahaan semacam ini bisa terdorong untuk menekan emisinya, sehingga tak perlu mengeluarkan uang banyak untuk menjaga kredit karbonnya.

Direktur Pengembangan Bursa Efek Indonesia (BEI) Jeffrey Hendrik menjelaskan, IDXCarbon memiliki empat mekanisme perdagangan, yaitu bursa karbon, yaitu pasar reguler, pasar negosiasi, pasar lelang dan marketplace (non reguler). Penyelenggaraannya akan diawasi secara langsung oleh OJK dengan teknologi blockchain dan menggunakan unit karbon berkualitas.

"Kalau melihat perdagangan saham, proses IPO ada di bursa. Hari pertama saham tercatatnya di bursa. Bursa bersama OJK yang menentukan berapa harganya, berapa jumlahnya. Tetapi di bursa karbon fungsi itu di SRN-PPI milik KLHK. Perusahaan-perusahaan yang mau mencatatkan unit karbonnya di bursa harus mendaftarkan di ke SRN-PPI," jelasnya, kepada detikcom, Rabu (27/9/2023).

Selain itu, perusahaan penjual dan pembeli harus langsung mendaftarkan diri sebagai pengguna jasa di IDXCarbon tanpa perantara. Berbeda dengan proses transaksi saham dilakukan oleh para pihak melalui anggota bursa atau perusahaan-perusahaan sekuritas.

"Kalau mekanisme transaksinya tetap. Ada regular, di mana ada bid (permintaan) dan over (penawaran). Penjual pasang harga, pembeli pasang harga. Ada pasar negosiasi dimana pihak penjual pembeli," imbuhnya.

Sementara itu, para pembeli juga diberi keleluasaan untuk menjual kembali efek yang telah dibelinya dengan harga yang menyesuaikan dengan pasar yang ada. Dengan demikian, perusahaan bisa dapat keuntungan secara ekonomi. Tetapi di samping itu juga ada opsi untuk mempergunakannya sendiri sebagai bentuk pertanggungjawaban atas aktivitas yang menghasilkan emisi.

"Yang bei unit bisa saja disimpan untuk dijual lagi kalau harga naik. Itu ada keuntungan. Tetapi banyak juga yang membeli kemudian digunakan atau dipensiunkan atas nama pihak pembeli tersebut. Kalau itu digunakan, artinya membeli sesuatu yang digunakan untuk meng-offset (mengurangi) kegiatan operasional yang menimbulkan emisi," jelasnya.

Untuk saat ini, baru ada dua proyek yang terdaftar pada SRN-PPI dan boleh memperdagangkan produk karbonnya, antara lain Proyek Lahendong Unit 5 & Unit 6 di Sulawesi Utara milik PT Pertamina Geothermal Energy Tbk. Kedua ialah proyek PLTGU Muara Karang milik anak usaha PT PLN (Persero).

Selain dari subsektor pembangkit tenaga listrik, secara bertahap perdagangan karbon juga akan diramaikan oleh sektor kehutanan, pertanian, limbah, migas, industri umum, hingga kelautan. Lewat IDXCarbon, Indonesia diharapkan dapat mengambil peran lebih besar dalam upaya pengendalian atas dampak perubahan iklim global.

Simak juga Video: Jokowi Luncurkan Bursa Karbon Indonesia: Kontribusi Lawan Krisis Iklim

[Gambas:Video 20detik]




(shc/das)

Hide Ads