Pelemahan nilai rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) membawa pengaruh terhadap industri tekstil dan produk tekstil (TPT). Utamanya, pengaruhnya terasa di hilir dalam bentuk barang jadi.
Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen (APSyFI) Redma Gita Wirawasta mengatakan, saat ini pengaruhnya sudah mulai terasa di industri TPT, terutama untuk penjualan dalam negeri.
"Ini sudah mulai terasa, terutama untuk penjualan dalam negeri yang pakai rupiah. Banyak customer kami yang terbebani dengan nilai tukar yang mendekati Rp 16.000 ini," kata Redma, kepada detikcom, Selasa (24/10/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Redma menjelaskan, di asosiasinya sendiri harga bahan baku tidak terlalu berpengaruh lantaran ada izin dari Bank Indonesia (BI) agar transaksi bahan baku bisa dilakukan dalam satuan US$. Begitu pula dengan penjualannya masih boleh dalam US$.
"Yang jadi masalah di hilir kami. Karena saat ini mayoritas jual domestiknya pake rupiah. Jadi mereka jual rupiah tapi bahan bakunya beli pakai US$," jelasnya.
Hal senada juga disampaikan oleh Ketua Umum Pertekstilan Indonesia (API) Jemmy Kartiwa. Dampak tingginya nilai tukar dolar terhadap rupiah sudah mulai terasa. Namun demikian, dampaknya tak terlalu signifikan.
"Dampak pelemahan rupiah ada dampaknya, walaupun tidak sebesar perlemahan pasar saham," katanya, saat dihubungi terpisah.
Menurutnya, komponen di industri tekstil yang terpengaruh nilai dolar AS diperkirakan memegang porsi sekitar 60%. Akan tetapi menurutnya, permasalahan utama yang membuat utilisasi industri TPT turun ialah akibat dari pasar yang dibanjiri produk impor.
"Permasalahan utama adalah berkurangnya order baik dari market export maupun lokal akibat pelemahan market export. Semua produsen TPT seperti China mencoba mencari atau memperbesar marketnya. Salah satu yang ditargetkan adalah market Indonesia," ujar Jemmy.
Di sisi lain, dampak pelemahan nilai rupiah ini telah mulai dirasakan sejumlah pedagang Pasar Tanah Abang. Salah satunya Siska, kepala toko salah satu toko jas di Pasar Tanah Abang Blok B. Ia mengaku telah menaikkan harga produknya 5-10% lantaran harga bahan baku jasnya yang diambil dari China naik hingga 30%.
"Udah mau 30%-an sih dari harga bahan baku sebelumnya. Jadinya paling naikkin harga. Naikinnya nggak banyak sih paling sekitar 5-10%," kata Siska, ditemui detikcom di Pasar Tanah Abang Blok B, Jakarta Pusat, Selasa (24/10/2023).
Hal serupa juga dirasakan Rafi, pedagang pakain wanita di Pasar Tanah Abang Blok B. Ia terpaksa menaikkan harga jual produk cargo pants miliknya lantaran harga bahan bakunya naik. Dari semula Rp 65 ribuan, kini harganya tembus di kisaran Rp 75-80 ribuan.
"Kata orang konveksi naik (bahan baku kain). Misalnya, kalau itunya Rp 50 ribu, naik jadi Rp 55 ribu. Kisaran 10%-an. Jadi belinya lebih mahal," kata Rafi, ditemui terpisah.
Langkah ini membuat sejumlah pelanggannya komplain akan kenaikan harga ini. Bahkan, jumlah pembelinya pun kini menurun drastis hingga setengahnya. Sepinya Pasar Tanah Abang, ditambah dengan kenaikan harga bahan baku membuat pemasukannya jadi sangat berkurang.
(shc/kil)