Nilai tukar dolar AS terhadap rupiah berada di level Rp 15.870 atau semakin mendekati angka Rp 16.000. Padahal sehari sebelumnya nilai rupiah sempat menguat.
Berdasarkan data Bloomberg, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada perdagangan Rabu (25/10/2023) ditutup pada posisi Rp 15.870 atau turun 0,13% setelah ditutup menguat pada Selasa kemarin. Sementara diikutip dari RTI, pagi harinya dolar dibuka pada level 15.856.
Ekonom PT BCA (Persero) David Sumual menilai, hal ini disebabkan lantaran dolar Amerika Serikat (AS) bangkit setelah data data Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur AS lebih baik dari ekspektasi. Waalu demikian, menurutnya pergerakan ini masih relatif flat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ada PMI AS yang lebih tinggi dari ekspektasi, di atas 50 sehingga secara terbatas pasar kembali bullish (mengalami tren naik) terhadap US$," kata David, saat dihubungi detikcom, Rabu (25/10/2023).
David menilai, saat ini pasar dalam tahap masih menunggu tanggapan dari Federal Open Market Committee (FOMC) alias dewan kebijakan Federal Reserve AS terhadap arah suku bunga. Walau demikian, menurutnya potensi penguatan dolar dalam beberapa waktu ke depan masih cukup tinggi. Apalagi melihat kemungkinan The fed masih akan menaikkan suku bunganya.
Sementara itu, Pengamat perbankan Paul Sutaryono mengatakan, beragam peristiwa bisa menyebabkan nilai tukar rupiah terdepresiasi alias makin melemah. Salah satunya ialah ketidakpastian ekonomi global, terutama menyangkut pengetatan kebijakan moneter global.
"Ditambah lagi disrupsi rantai pasokan (supply chain) sebagai akibat dari geopolitik seperti invasi Rusia ke Ukraina. Kini plus perang Israel vs Hamas. Belum lagi peristiwa dalam negeri menjelang pemilu yang mulai memanas," jelas Paul, dihubungi terpisah.
BI Sebut Masih Terkendali
Dihubungi terpisah, Kepala Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia Edi Susianto mengatakan, pergerakkan ini masih dalam kondisi terkendali. Menurutnya, sentimen global terhadap pergerakkan dolar AS di hari ini terbilang tidak terlalu kuat.
"Sentimen global untuk hari ini sebetulnya tidak terlalu kuat, ada beberapa mata uang Asia yang mengalami penguatan terhadap US$," katanya, saat dihubungi detikcom, Rabu (25/10/2023).
Edi mengatakan, pihaknya menengarai kondisi ini didorong oleh adanya peningkatan permintaan valas atau mata uang asing dari sejumlah korporasi, termasuk di antaranya BUMN.
"Semua masih dalam kondisi yang terkendali," ujar Edi.
(shc/rrd)