Ketua Dewan Pertimbangan Kadin Indonesia, Anindya Bakrie bicara kondisi pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) yang tejradi belakangan ini. Menurutnya, kondisi ini berpengaruh ke impor Indonesia.
Anindya mengatakan, bank sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) diperkirakan tidak segera menurunkan bunga acuan. Oleh karena itu, Indonesia masih perlu mengencangkan sabuk pengaman.
"Kita mesti mempunyai ekspektasi baru bahwa rupiah mungkin akan dalam tekanan yang tidak mudah. Ini karena Amerika Serikat (AS) mungkin tidak cepat-cepat menurunkan suku bunganya. Kenapa? Karena mereka merasa pertumbuhannya juga masih cukup kencang. Jadi, mereka coba tahan untuk tidak menurunkan suku bunganya," kata Anindya, dalam sambutannya di acara pembukaan ICEF 2024, JIExpo Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu (29/5/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Dolar AS Kembali Menguat ke Rp 16.085 |
Kondisi ini ditambah dengan tensi geopolitik Timur Tengah, khususnya antara Israel dengan Hamas yang kian memanas. Kondisi ini semakin menekan kondisi mata uang rupiah, termasuk negara-negara lainnya. Hal ini juga akan berdampak ke sektor perdagangan.
"Artinya, kalau rupiah tertekan, yang juga negara-negara lain juga tekan, dengan kuatnya dolar kita tidak mencegah impor dari luar negeri yang kita bisa. Nah, ini hanya akan membuat menjadi lebih tertekan buat (rupiah) Indonesia," jelasnya.
Oleh karena itu, ia berharap pemerintah bisa menaruh perhatian lebih banyak terhadap Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) baik pengusaha nasional maupun daerah. Salah satunya dengan pemberian insentif demi menggenjot TKDN di industri-industri lokal.
"Marilah kita dengungkan supaya insentif kepada industri untuk peningkatan TKDN juga semakin tinggi, lalu juga mengatur tata niaga impor agar lebih selektif dan mengedepankan local content atau TKDN tadi sendiri," kata Anindya.
(shc/ara)