Dolar AS Tekuk Lutut Rupiah, Begini Perbandingan dengan Mata Uang Lainnya

Dolar AS Tekuk Lutut Rupiah, Begini Perbandingan dengan Mata Uang Lainnya

Ignacio Geordi Oswaldo - detikFinance
Kamis, 20 Jun 2024 15:04 WIB
Rupiah semakin melemah di hadapan dolar AS. Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS tembus Rp 16.178 siang ini, Selasa (16/4/2024).
Foto: Andhika Prasetia

BJ Habibie juga melakukan penguatan perbankan agar bisa membiayai UMKM melalui skema kredit untuk usaha kecil.

"Selain itu, BJ Habibie juga memastikan kebutuhan sektor sektor pertanian di harga yang sangat terjangkau, sehingga ekonomi tetap bergulir," kata Anggota Dewan Pakar DPP Partai Gerindr tersebut.

Ia mengharapkan pemerintah bisa memulai langkah-langkah untuk mengantisipasi pergerakan kurs Rupiah agar tidak semakin meningkat ke nilai Rp17 ribu atau lebih.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Jika nilai tukar terhadap Dollar Amerika ini terus meningkat, maka dampaknya akan sangat merugikan. Karena hampir semua sektor di Indonesia ini bergantung pada komoditas yang terpengaruh oleh Dollar. Seperti bahan baku tekstil, itu kita raw materialnya 89 persen impor dari China, ditambah 7 persen biaya operasional yang juga tergantung pada kurs mata uang asing. Lihat saja, begitu banyak industri tekstil yang sudah mulai mandeg bahkan tutup. Dampaknya, pabrik tutup, PHK terjadi, masyarakat tidak punya daya beli. Saya mengimbau pemerintah bisa memberikan insentif maupun pengurangan biaya energi untuk sektor tekstil ini, sehingga kebutuhan sandang bisa tersedia oleh pengusaha dalam negeri," ucapnya.

Atau jika sektor energi mengalami kenaikan harga, maka masyarakat dan pelaku usaha, terutama skala kecil, akan mengalami pengaruh yang signifikan.

ADVERTISEMENT

"Misalnya, jika harga gas naik, maka pelaku usaha yang tidak mampu membeli gas lagi, terpaksa menutup usahanya. Ini biasanya UMKM yang terdampak, karena modal mereka kecil. Jika itu terjadi, maka akan ada beberapa kepala yang kehilangan mata pencaharian," ucapnya lagi.

Jika BBM naik, maka sektor transportasi akan terpaksa melakukan penyesuaian tarif, yang akhirnya akan membuat konsumen atau masyarakat selaku pengguna jasa transportasi harus menerima adanya penambahan biaya.

"Saat itu terjadi, akan ada pengaruh pada perekonomian nasional juga. Harga barang tinggi, masyarakat tak mampu beli, akhirnya angka pertumbuhan ekonomi itu hanya bagus di atas kertas saja. Tapi masyarakat akan semakin turun kesejahteraannya. Sementara jika harga energi murah, maka ekonomi akan bergerak," kata BHS lebih lanjut.

Harapannya pemerintah, para pakar dan ahli di bidang ekonomi serta asosiasi usaha (pelaku usaha) bisa secepatnya merumuskan suatu kebijakan atau skema ekonomi bersama-sama yang bisa menguatkan nilai tukar rupiah untuk memperbaiki kondisi perekonomian di Indonesia.

"Dan diharapkan pertumbuhan ekonomi kita bisa benar-benar mencerminkan pertumbuhan kesejahteraan masyarakat," pungkasnya.


(fdl/fdl)

Hide Ads