BRICS Dorong Dedolarisasi, Sri Mulyani Bilang Begini

BRICS Dorong Dedolarisasi, Sri Mulyani Bilang Begini

Herdi Alif Al Hikam - detikFinance
Selasa, 25 Mar 2025 21:00 WIB
Menkeu Sri Mulyani Indrawati mengumumkan APBN masih surplus Rp 22,8 triliun per 15 Maret 2024. Pengumuman disampaikan dalam jumpa pers di Gedung Kemenkeu, Jakarta, Senin (25/3/2024).
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati/Foto: Agung Pambudhy
Jakarta -

Hubungan Indonesia dengan kelompok negara BRICS makin erat. Hari ini, Indonesia mendeklarasikan diri untuk masuk menjadi anggota New Development Bank (NDB) yang merupakan bank pembangunan besutan negara BRICS.

BRICS merupakan kelompok negara berkembang dengan keanggotaan yang terdiri dari Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan (South Africa). Indonesia menyusul Iran, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Ethiopia, dan Mesir sebagai anggota baru.

Salah satu kebijakan BRICS adalah mendorong pengurangan penggunaan dolar Amerika Serikat (AS) alias dedolarisasi. Lantas, dengan makin eratnya hubungan BRICS bagaimana Indonesia memandang kebijakan dedolarisasi?

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati buka suara soal hal ini. Pihaknya masih akan terus memantau dampak dari dedolarisasi ke ekonomi Indonesia.

"Nanti saya lihat, nanti ya," sebutnya singkat ketika ditanya soal pandangan pemerintah terhadap kebijakan dedolarisasi di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Selasa (25/3/2025).

ADVERTISEMENT

Indonesia sebetulnya sudah banyak melakukan kebijakan semacam dedolarisasi. Anggota Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Mari Elka Pangestu pernah mengungkapkan sejauh ini sudah memiliki inisiatif yang sama, mengurangi transaksi dengan dolar AS.

Indonesia sudah memiliki kebijakan Local Currency Settlement (LCS) dengan beberapa negara, salah satunya dengan China. Upaya ini sudah dilakukan jauh hari sebelum Indonesia jadi anggota BRICS.

"Sebetulnya sudah mempunyai inisiatif-inisiatif seperti itu. Seperti LCS, Local Currency Settlement, misalnya kita mau berdagang dengan Tiongkok, kita nggak usah dari rupiah ke dolar baru ke yuan. Kita sebetulnya sekarang sudah bisa dari rupiah ke yuan," beber Mari di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Selasa (7/1/2025) yang lalu.

Mari menyatakan dedolarisasi memang menjadi agenda utama BRICS. Namun, menurutnya sampai saat ini transaksi yang tidak menggunakan dolar AS di dunia masih kecil, artinya gerakan ini masih belum membesar dan tidak mungkin bisa jadi lebih besar.

Mari melanjutkan dengan masuknya Indonesia sebagai anggota BRICS memang ada kemungkinan bisa mempercepat kebijakan pengurangan penggunaan dolar AS. Hanya saja dalam waktu dekat ini, Mari meyakini dolar AS masih cukup dominan transaksinya di dunia.

"Jadi sebenarnya proses-proses itu sudah berjalan. Apakah BRICS akan membantu untuk itu dipercepat? Mungkin saja, tapi akan perlu waktu ya, karena kenyataannya dolar masih dominan di dalam transaksi maupun di dalam memegang aset," sebut Mari.

(hal/ara)

Hide Ads