Bos BEI Beberkan Jurus Selamatkan Pasar Modal dari Tarif Trump

Bos BEI Beberkan Jurus Selamatkan Pasar Modal dari Tarif Trump

Andi Hidayat - detikFinance
Selasa, 08 Apr 2025 12:40 WIB
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kemabli dibuka usai libur lebaran. IHSG anjlok 598,56 atau 9,19 % ke posisi 5.912,06.
Ilustrasi/Foto: Grandyos Zafna
Jakarta -

PT Bursa Efek Indonesia (BEI) menyiapkan langkah strategis untuk menekan dampak perang tarif Amerika Serikat (AS) terhadap kinerja pasar modal Indonesia. Diketahui, Presiden AS Donald Trump menaikkan tarif Indonesia menjadi 32%.

Direktur Utama BEI Iman Rachman mengatakan, pihaknya menyiapkan tiga strategi utama. Pertama, BEI terus melakukan diversifikasi produk dalam perdagangan saham.

"Kami melakukan diversifikasi mulai dari produk, termasuk structured warrant, single stock futures, hingga KBI kontrak berjangka asing," kata Iman dalam konferensi pers di Main Hall BEI, Jakarta Selatan, Selasa (8/4/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kedua, BEI meningkatkan likuiditas pasar saham dan infrastruktur teknologi. Peningkatan infrastruktur IT yang dipercaya padat peningkatan perdagangan hingga 3 kali lipat.

Ketiga, BEI akan fokus terhadap produk eksisting melalui initial public offering (IPO yang diharapkan mampu mendorong pencatatan saham perusahaan dapat lebih berkualitas.

ADVERTISEMENT

"Kita terus berusaha untuk makin banyak IPO-IPO yang berkualitas, dengan size (aset) yang cukup besar, di mana yang dikatakan lighthouse, yaitu market cap-nya yang atas Rp 3 triliun," ungkapnya.

Sementara langkah jangka pendek, BEI juga telah menerapkan kebijakan buyback atau pembelian kembali saham tanpa Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), penyesuaian batas auto rejection bawah (ARB) hingga trading halt atau penutupan perdagangan sementara.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Pengembangan BEI Jeffrey Hendrik mengatakan, bursa saham dunia tengah melakukan price discovery atau penentuan harga lantaran terjadinya fluktuasi yang tinggi di tingkat global. Pergerakan IHSG sendiri terjadi imbas beberapa faktor, baik domestik maupun global.

"Kondisi makro ekonomi yang kita yakini masih baik secara fundamental, emiten kita juga masih baik. Secara global adanya peningkatan risiko yang ditempatkan pada resiprokal tarif AS sehingga ini dinilai bisa memicu inflasi sehingga terbuka potensi untuk suku bunga lebih tinggi di AS dan ketidakpastian yang terjadi dari kondisi tersebut," jelasnya.

(ara/ara)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads