Sri Mulyani Buka Suara soal Bursa Saham Rontok Gara-gara Trump

Sri Mulyani Buka Suara soal Bursa Saham Rontok Gara-gara Trump

Ilyas Fadilah - detikFinance
Selasa, 08 Apr 2025 16:27 WIB
Menkeu Sri Mulyani melaporkan APBN sampai 28 Februari 2025 defisit Rp 31,2 triliun. Realisasi itu setara dengan 0,13% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.Foto: Andhika Prasetia
Jakarta -

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati buka suara merespons bursa saham anjlok imbas kebijakan tarif impor Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.

Menurut Bendahara Negara ini, investor merespons negatif kondisi perang dagang yang sedang terjadi. Keputusan Trump yang menetapkan tarif resiprokal terhadap sejumlah negara menimbulkan sentimen negatif di kalangan investor.

Apalagi China yang dinilai akan menahan diri justru menimbulkan sikap perlawanan cukup keras.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Investor portfolio merespons negatif kebijakan China. Kita semuanya hari ini adalah hari pertama pembukaan bursa, dan kita sudah melihat Indonesia tadi sesi yang kedua di bawah, 8%, 7,7%," ujar Sri Mulyani dalam Sarasehan Ekonomi Bersama Presiden Republik Indonesia, disiarkan YouTube Sekretariat Presiden, Selasa (8/4/2025).

"Kalau kita lihat banyak negara yang indeks harga sahamnya pada tanggal 8 April dibanding 2 April, banyak yang koreksinya sangat dalam, hingga 14%, bahkan tadi yang Pak Menko (Menko Perekonomian Airlangga Hartarto) menyampaikan beberapa bisa mencapai di atas 25%." sambung Sri Mulyani.

ADVERTISEMENT

Untuk pasar keuangan, menurut Sri Mulyani, Bank Indonesia telah menyiapkan sejumlah langkah untuk menghadapi guncangan yang mungkin terjadi. Sri Mulyani menyebut tekanan terhadap pasar keuangan akan terbiasa terjadi namun tetap perlu diantisipasi.

"Tekanan di pasar keuangan yang tinggi terakhir ini sebetulnya bukan hal yang baru. US Treasury, baik yang 2 tahun maupun 10 tahun, agak melemah karena dia dianggap safe haven, tapi dolar indeksnya juga melemah," terang Sri Mulyani.

Meski begitu, Sri Mulyani menambahkan, gejolak yang saat ini terjadi masih bisa dikelola dibandingkan saat masa Pandemi COVID-19.

"Tapi kalau kita bandingkan pada saat COVID, kenaikannya sebetulnya masih relatively manageable. Tapi ini menggambarkan suasananya, alarmnya mulai berbunyi. Jadi kita harus juga tetap hati-hati, tanpa panik," tutupnya.

Simak juga Video: Saham Eropa Anjlok Imbas Tarif Baru Barang Impor AS

(hns/hns)

Hide Ads