Nasib Buruk Hantam Batu Bara, Yakin Mau Beli PTBA?

Stock Watchlist

Nasib Buruk Hantam Batu Bara, Yakin Mau Beli PTBA?

Andi Hidayat - detikFinance
Selasa, 29 Jul 2025 11:43 WIB
Nasib Buruk Hantam Batu Bara, Yakin Mau Beli PTBA?
Ilustrasi/PTBA/Foto: Heri Purnomo/detikcom
Jakarta -

Kinerja fundamental emiten batu bara, PT Bukit Asam Tbk (PTBA), terkoreksi di tiga bulan pertama tahun 2025. Koreksi ini terjadi seiring melemahnya harga batu bara dunia. Di sisi lain, negara tujuan ekspor batu bara Indonesia juga mulai membatasi pembelian lantaran oversupply.

Mengutip laporan keuangan di Keterbukaan Informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), PTBA membukukan laba bersih Rp 391,4 miliar. Angka tersebut mengalami penyusutan bahkan lebih dari setengah laba bersih periode yang sama di tahun sebelumnya, yakni sebesar Rp 790,9 miliar.

PTBA juga membukukan kenaikan beban pokok pendapatan, dari Rp 7,99 triliun menjadi Rp 8,91 triliun di kuartal I 2025. Dengan kenaikan pendapatan sebesar 5,8% menjadi Rp 9 95 triliun, laba bruto PTBA tetap tergerus beban pokok pendapatan, yakni menjadi Rp 1,04 triliun dari Rp 1,41 triliun di kuartal I 2024.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lesunya kinerja fundamental PTBA juga berdampak pada pergerakan saham perseroan. Secara jangka panjang, RTI Business mencatat pergerakan harga sama PTBA memerah 10,91% sepanjang tahun 2025. Sementara pada pembukaan perdagangan hari ini, Selasa (29/7), PTBA bergerak di zona merah atau melemah 0,41% ke harga Rp 2.450 per lembar saham.

ADVERTISEMENT

Direktur Utama PT Bukit Asam Tbk (PTBA) Arsal Ismail buka-bukaan soal penyebab rontoknya laba bersih perseroan secara tahunan. Ia menyebut, penurunan laba terjadi akibat fluktuasi harga komoditas dunia yang terjadi seiring meningkatnya eskalasi perang dagang beberapa periode lalu.

"Oh, (laba turun) kan (akibat) internasional harga jualnya yang turun, persentasenya naik. Kalau harga internasional kan kita nggak bisa intervensi. Iya global, jadi uncontrollable lah itu," kata Arsal kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (5/5/2025).

Belum Jadi Pilihan Ideal

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat pada penutupan perdagangan di BEI Jumat (19/11). IHSG berada pada level 6.720,26. Ilustrasi/Foto: Agung Pambudhy
Pengamat Pasar Modal Panin Sekuritas Reydi Octa, menjelaskan sektor batu bara kehilangan daya tariknya untuk investasi jangka panjang. Pasalnya, tren sektor energi saat ini mengarah pada adopsi energi baru terbarukan (EBT) yang lebih ramah lingkungan.

"Untuk jangka panjang, sektor baru bara mulai kehilangan daya tarik, artinya tidak sekuat dulu untuk dijadikan pilihan investasi jangka panjang karena dorongan dari sentimen global untuk transisi ke energi bersih," ungkap Reydi kepada detikcom, Selasa (29/7/2025).

Namun begitu, Reydi menyebut pasar batu baru masih memiliki peminat, utamanya negara-negara berkembang kendati bersiklus musiman. Menurutnya, PTBA belum menjadi pilihan investasi jangka panjang, mengingat kepastian hilirisasi batu bara yang masih belum menemui titik kejelasan.

"Untuk PTBA menurut opini saya belum menjadi pilihan ideal untuk investasi jangka panjang, karena tanpa kepastian hilirisasi DME maka potensi upside-nya bisa terbatas. Investor perlu untuk memantau arah kebijakan hilirisasi dan tetap berhati-hati menyikapi dividend yield tinggi dengan laba yang menyusut," terangnya.

India-China Batasi Pembelian Batu Bara

Sebuah kapal tongkang pengangkut batu bara melintas di Sungai Musi, Palembang, Sumatera Selatan, Jumat (14/1/2022). Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menetapkan target produksi batu bara 2022 mencapai 663 juta ton yang diperuntukkan untuk konsumsi domestik/domestik market obligation (DMO)  sebesar 165,7 juta ton sedangkan sisanya 497,2 juta ton akan mengisi pasar ekspor. ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/rwa. Ilustrasi/Kapal tongkang pengangkut batu bara/Foto: ANTARA FOTO/NOVA WAHYUDI

Mengutip laporan Reuters, negara tujuan utama ekspor batu bara Indonesia mulai membatasi pembeliannya, yakni China dan India. Kedua negara tersebut beralih ke jenis batu bara dengan kandungan kalori tinggi ke negara lain.

Sepanjang Januari-Mie 2025, Indonesia tercatat hanya memasok 78,45 juta ton batu bara ke China. Angka tersebut menurun 11,6% dibanding periode yang sama di tahun sebelumnya. Dalam periode tersebut, ekspor batu bara Indonesia ke India juga menurun 7,24% menjadi 43,59 juta ton.

Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Nafan Aji Gusta Utama, menjelaskan kinerja keuangan sektor batu bara terkoreksi sepanjang semester I 2025. Namun, ia meyakini permintaan batu bara Indonesia akan dapat tumbuh kembali seiring meredanya perang dagang.

"Ini tentunya diharapkan dapat meningkatkan demand untuk sektor batu bara. Apalagi akan memasuki musim dingin, pasti permintaan semakin kuat," ujar Nafan kepada detikcom.

Ia menyebut, PTBA sendiri masih cenderung net sell asing. Nafan menyebut, pergerakan harga saham PTBA masih dapat ditopang jika sentimen proyek hilirisasi DME bisa berjalan.

"Rekomendasi saham PTBA masih wait and see. Hal ini mengingat bahwa tren selling asing masih terjadi," jelasnya.

Tonton juga video "Hilirisasi Sektor Minerba Memberikan Efek Nyata Ekonomi Indonesia" di sini:

Saksikan Live Reaction Final Piala AFF U-23: Indonesia Vs Vietnam

Halaman 2 dari 3
(ara/ara)
Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads