Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunda penerapan transaksi short selling hingga Jumat, 26 September. Rencananya, Bursa Efek Indonesia (BEI) menerapkan transaksi short selling pada perdagangan Senin, 29 September.
Akan tetapi, BEI kembali membuka kemungkinan penundaan penerapan short selling. Pasalnya, kondisi pasar hari ini dianggap masih berisiko imbas aksi demonstrasi di sejumlah daerah beberapa hari terakhir.
Untuk diketahui, short selling adalah aktivitas jual-beli efek atau saham, di mana seorang investor tidak memiliki saham untuk melakukan transaksi. Secara sederhana, short selling adalah strategi investasi di mana investor meminjam saham dari broker dan kemudian menjualnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ya, kalau kayak begini terus, ya sudah tahu kan jawaban. (Ditunda?) kemungkinan," kata Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota BEI, Irvan Susandy di Gedung BEI, Jakarta Selatan, Senin (1/9/2025).
Baca juga: IHSG Rontok 3,44%! |
Meski begitu, Irvan menyebut saat ini BEI terus melakukan diskusi bersama OJK terkait penerapan skema transaksi short selling. Ia menekankan, penerapan short selling tetap disesuaikan dengan kondisi saat ini.
"Lihat perkembangan terakhir ya. Belum, kan kita belum tentuin, OJK juga belum tentukan akan dicabut atau memang sudah diperbolehkan. Nah ini masih dalam subjek diskusi dengan melihat perkembangan terakhir," tutupnya.
Diberitakan sebelumnya, Direktur Pengembangan BEI, Jeffrey Hendrik, menuturkan ada dua sekuritas yang resmi mengantongi izin menjalankan transaksi short selling. Kedua Sekuritas ini adalah PT Ajaib Sekuritas Asia (Ajaib) dan PT Semesta Indovest Sekuritas.
Baca juga: IHSG Rontok, OJK Minta Investor Percaya Diri |
Jika tidak ada arahan lebih lanjut terkait penundaan short selling, terang Jeffrey, BEI akan menerapkan transaksi short selling ini di perdagangan Senin 29 September.
Jeffrey menyebut, penerapan short selling diharapkan mampu meningkatkan likuiditas pasar sekaligus memberi kesempatan investor untuk mengoptimalkan keuntungan baik saat pasar naik maupun turun. BEI menekankan, dinamika naik-turun harga merupakan keniscayaan dalam perdagangan saham.
Ia menyebut, kajian internasional menunjukkan keberadaan short selling di bursa besar dunia mampu meningkatkan likuiditas antara 5% hingga 17%. Meski demikian, BEI mengakui tidak ada waktu yang dianggap benar-benar tepat untuk meluncurkan instrumen ini.
"Kalau kita meluncurkan short selling pada saat market bullish, seperti kemarin atau saat ini, kita akan dibilang merusak pesta. Kalau kita mengeluarkan itu pada saat market sideways, tidak ke mana-mana, akan dibilang mengeluarkan sesuatu yang tidak berguna. Jadi tidak akan ada waktu yang benar-benar tepat untuk mengeluarkan itu," ungkap Jeffrey di Gedung BEI, Jakarta, Jumat (29/8/2025).
(ara/ara)