Pengumuman itu diumumkan untuk publik di Indonesia melalui media cetak Sabtu (2/8/2008). Pengumuman yang berdampak besar terhadap pasar modal Indonesia hanya disampaikan berupa pengumuman kecil.
Dalam pengumuman itu, Maybank mengatakan pihaknya sangat menyesal tidak dapat melaksanakan penutupan atas rencana akuisisi. Maybank yang membeli 55,6% saham BII dari Konsorsium Sorak yang terdiri dari Fullerton dan Kookmin Bank seharusnya menyelesaikan transaksinya pada 31 Juli 2008.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Maybank mengatakan, pada 29 Juli 2008, pihaknya telah menerima surat dari bank sentral atau Bank Negara Malaysia (BNM). Surat BNM itu mencabut persetujuan yang telah diberikan Maybank berdasarkan section 29 dari Banking and Financial Institutions Act 1989 untuk rencana akuisisi tersebut.
Sebelumnya dalam penjelasan Maybank pada Rabu 30 Juli 2008 seperti dilansir dari Bernama, Kamis (31/7/2008), disebutkan keputusan pembatalan izin tersebut karena terkait aturan baru tender offer Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam LK).
Aturan Bapepam mewajibkan setiap akuisisi 100% saham harus melepas lagi 20% saham ke publik dalam waktu 2 tahun. Aturan inilah yang dinilai BNM akan merugikan Maybank. Sebelumnya BNM justru menyetujui akuisisi tersebut pada Maret 2008.
Maybank membeli 56% saham BII dari konsorsium Sorak milik Fullerton dan Kookmin Bank senilai US$ 1,5 miliar. Maybank juga berencana melaksanakan penawaran tender atas sisa saham BII milik publik senilai US$ 1,2 miliar.
Pembatalan akuisisi BII oleh Maybank itu disayangkan otoritas di Indonesia seperti Bank Indonesia, Bapepam, Bursa Efek Indonesia karena merontokkan kepercayaan investor di pasar modal Indonesia.
BEI akhirnya melakukan suspensi saham BII sejak Kamis 31 Juli 2008 karena khawatir terjadi panik massal di kalangan investor terhadap saham BII akibat pembatalan akuisisi tersebut.
Safam BII sebelum disuspensi berada di level Rp 460 per saham, dan diprediksi bisa terjun bebas setelah suspensi dibuka. (ir/ir)