Menanggapi itu, Badan Kepegawaian Negara (BKN) menyebut hal tersebut dilakukan oleh oknum dan hanya merugikan masyarakat. Sebab, dengan melakukan hal itu tidak memberikan dampak apa-apa terhadap hasil akhir.
"Dengan sistem BKN yang serba online dan transparan itu pemerintah pusat dan daerah sudah mencegah seminimal mungkin. Karena nggak ada efeknya ngasih ke kami," kata Kepala Biro Humas BKN, Mohamad Ridwan saat dihubungi detikcom, Jakarta, Selasa (17/9/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Indeks Perilaku Anti Korupsi (IPAK) Indonesia di 2019 sebesar 3,70 pada skala 0 sampai 5. Angka itu lebih baik dari catatan di tahun sebelumnya sebesar 3,66.
IPAK dikeluarkan BPS satu tahun sekali. Nilai indeks semakin mendekati 5 menunjukkan bahwa semangat anti korupsi di masyarakat semakin tinggi. Sebaliknya, jika semakin mendekati 0 maka semangat anti korupsinya semakin rendah.
IPAK ini disusun berdasarkan dua dimensi yakni dimensi persepsi dan dimensi pengalaman. Di tahun ini indeks persepsi turun 0,06 poin daru 2018 sebesar 3,86 menjadi 3,80. Sedangkan dimensi pengalaman naik 0,08 poin dari 3,57 di tahun lalu menjadi 3,65.
Kedua dimensi yang diukur oleh BPS lebih kepada sudut pandang masyarakat. Menurut Ridwal, hal tersebut sama sekali tidak akan mempengaruhi keputusan perekrutan.
Baca juga: Usia 40 Tahun Bisa Jadi CPNS, Ini Syaratnya |
Misalnya masyarakat mendapat nilai atau skor rendah dalam proses rekrutmen, jika terjadi pemberian uang atau semacam suap demi meningkatkan skornya, menurut Ridwan hal itu tidak bisa dilakukan.
"Jadi dari sana (masyarakat) bukan dari kami, kalau ada ASN mudah menerima suap itu persepsi mereka bukan kami," tegasnya.
Oleh karena itu, Ridwan mengungkapkan bahwa prilaku pemberian suap untuk menjadi PNS ujung-ujungnya merugikan masyarakat sendiri.
"Jadi misalnya ada masyarakat dapat ranking dua dengan nilai 400 lalu saya ranking tiga dengan nilai 375 mau bayar berapa pun saya tidak bisa naik menjadi ranking satu," ungkap dia.
(hek/ara)