Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) Abdullah Azwar Anas berjanji akan mengangkat semua tenaga honorer menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN/PNS) melalui CASN 2024 ini. Bahkan ia menyebut tes sebagai salah satu syarat pengangkatan hanya formalitas saja untuk pendataan ulang pada honorer ini.
"Soal tes hanya formalitas. 100% mereka diterima. Jadi tes ini formalitas untuk mendata ulang. Jadi 100% diterima," kata Anas dalam rapat kerja dengan Komisi II DPR RI, Rabu (13/3) kemarin.
Kemudian Anas menyebut tenaga honorer yang lulus seleksi PPPK 2024 akan diangkat menjadi PPPK Penuh Waktu. Sedangkan mereka yang tidak lulus seleksi disiapkan mekanisme untuk diangkat menjadi PPPK Paruh Waktu atau part time.
"Bagi pegawai non ASN yang lulus seleksi diangkat menjadi PPPK Penuh Waktu sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Bagi pegawai non ASN yang telah mengikuti seleksi CASN 2024 namun belum lulus untuk memenuhi lowongan formasi, akan disiapkan mekanisme khusus dengan diangkat menjadi PPPK Paruh Waktu," beber Anas.
Menanggapi perihal ini, Praktisi HR (Human Resources) Audi Lumbantoruan mengatakan seharusnya pemerintah tidak boleh asal menerima para honorer ini menjadi ASN baik itu PPPK Penuh Waktu ataupun PPPK Paruh Waktu.
Ia berpendapat di antara para honorer ini masih banyak di antara mereka yang sebetulnya belum memiliki kompetensi untuk masuk dan bekerja di bidangnya, baik secara administratif (syarat yang diperlukan) maupun kemampuan (lulus seleksi).
Sebab bisa jadi, mereka yang menduduki posisi honorer ini tidak memiliki persyaratan atau kemampuan yang diperlukan saat menjadi ASN meski di bidang yang sudah ditekuni sebelumnya. Misalkan saja mereka para honorer dengan latar belakang pendidikan terakhir hanya lulusan SD.
"Kalau menurut pandangan saya seharusnya Kementerian PANRB itu harus punya semacam gambaran jelas apa saja posisi yang akan dipermanenkan (jadi ASN) berikut dengan persyaratannya. Persyaratan ini harusnya dilengkapi dengan latar belakang pendidikan, pengalaman, jam terbang, termasuk kompetensi dan yang lain-lainlah," kata Audi kepada detikcom.
"Jadi yang melamar dan dipermanenkan harus bisa disandingkan apakah sewaktu mereka honorer itu sebanding, sejajar gitu ya, dengan apa persyaratan (memenuhi kriteria posisi) yang dibuka," tambahnya.
Terkait mekanisme honorer yang tidak lulus seleksi tetap diangkat menjadi PPPK Paruh Waktu, Audi berpendapat sebaiknya pemerintah tidak mengangkat mereka sebagai ASN dengan alasan apapun. Karena sedari awal tahap seleksi merupakan proses penyaringan kandidat yang dirasa layak dan cocok untuk mengisi jabatan yang dibutuhkan.
"Kembali lagi, pekerjaan yang dibutuhkan seperti apa? Kalau saya bilang, kalau memang pekerjaan itu membutuhkan spesifik persyaratan (latar belakang pendidikan, pengalaman, atau kriteria tertentu), mau nggak mau harus yang diterima (lulus seleksi) yang jalan (menjadi ASN), yang tidak diterima apapun alasannya ya jangan dipekerjakan," ujarnya.
"Karena kan yang hanya bisa mengerjakan (pekerjaan di posisi/jabatan itu) orang yang bisa, mahir, dan terampil. Termasuk juga orang yang dilihat dari sisi value, soft skill, itu siap gitu ya. Namanya juga pegawai negerikan harusnya pikirannya itu harus siap untuk melayani," jelasnya lagi.
Dengan begitu, ia menilai honorer yang tidak lulus seleksi menunjukkan bagaimana yang bersangkutan sebenarnya tidak cocok ataupun memiliki kompetensi yang dibutuhkan untuk mengisi jabatan yang ada. Terkecuali yang bersangkutan dipindahtugaskan untuk menjabat di posisi yang sesuai dengan kriteria yang dibutuhkan.
"Jadi kalau yang nggak lulus berarti kan ada syarat-syarat yang mereka tidak terpenuhi, ya jangan dipekerjakan dong. Kecuali memang untuk posisi yang lain, untuk bidang lain, dan mereka cocok," terang Audi.
Sebab menurutnya di luar sana masih ada banyak lulusan baru/fresh graduate yang dinilai lebih cocok untuk mengisi posisi yang dibutuhkan. Jadi jangan hanya karena yang bersangkutan sudah bekerja terlebih dahulu di pemerintahan, kemudian mereka dapat dengan mudah 'naik kelas' jadi ASN.
"Jangan hanya gara-gra dulu pernah honorer, masuk-masuk aja. Honorer kan sama sebenarnya dengan freelance (kalau di perusahaan swasta) kan. Harus ada proses yang resmi dan diuji," kata Audi.
"Karena gini, prinsip yang salah itu honorer itu harusnya diterima dengan baik karena mereka susah bekerja bertahun-tahun, itu yang kadang-kadang harus dihindari, harus dikoreksi. Belum tentu loh ya honorer itu karena sudah bertahun-tahun dia punya hak seolah-olah berhak (jadi ASN)," tegasnya lagi.
(fdl/fdl)