Numbeo sebagai situs database terbesar mengungkapkan pada pertengahan 2022 Jakarta menempati urutan ke-429 dari 510 di seluruh dunia untuk Local Purchasing Power Index (Indeks daya beli lokal) dengan nilai 30.91. Hal ini memperlihatkan daya beli masyarakat masih kurang.
Penyebab utama rendahnya daya beli adalah karena pendapatan yang tidak sesuai akhirnya membuat rata-rata masyarakat tidak mampu untuk membeli banyak barang jasa dan memenuhi biaya hidup dengan layak.
Berdasarkan hasil survei BPS, Jakarta menempati posisi pertama di Indonesia dengan biaya hidup tertinggi di mana pendapatan per kapitanya sebesar Rp 2.156.112 per bulan. Pengeluaran yang paling tinggi rata-rata adalah pada faktor tempat tinggal yaitu berupa biaya sewa atau cicilan rumah. Selain itu, biaya transportasi, makan, dan kebutuhan lainnya juga sering kali membuat pengeluaran membengkak. Ditambah lagi kenaikan BBM beberapa waktu lalu berdampak pada seluruh sektor. Berkaitan dengan hal tersebut, harus ada kesesuaian antara penghasilan dengan kebutuhan yang harus terpenuhi.
Dampak COVID-19
Beberapa tahun belakangan setelah COVID-19 melanda Indonesia, banyak masyarakat terdampak dari sisi keuangan. Ada yang terkena PHK, ada yang menerima setengah gaji, bahkan ada juga yang masih bekerja namun tidak diberi upah. Hal ini yang menyebabkan daya beli masyarakat merosot hingga banyak perusahaan dan UMKM yang memproduksi barang dan menawarkan jasa harus gulung tikar.
Tahun 2022 menjadi titik balik untuk semua sektor karena merenggangnya kasus COVID-19 di Indonesia. Perlahan masyarakat mulai kembali menjalani aktivitas secara normal.
Untuk meningkatkan daya beli masyarakat, perusahaan atau UMKM yang menyediakan barang dan jasa harus memiliki inovasi sebagai pemikat agar timbul ketertarikan untuk membeli. Strategi yang paling sukses adalah dengan mengadakan acara-acara seperti festival, pergelaran, atau expo. Hal tersebut akan menjadi pilihan utama bagi masyarakat yang rindu akan dunia hiburan setelah sekian lama harus menjalani kegiatan di rumah.
Kembalinya daya beli masyarakat saat ini juga harus diiimbangi dengan penghasilan yang cukup. Oleh karena itu, peran pemerintah dalam menentukan UMP atau UMR setiap daerah dengan layak termasuk di Jakarta sangat diperlukan.
Kenaikan UMP
Pemerintah baru saja mengumumkan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2023. Melalui Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 18 tahun 2022 tentang penetapan upah minimun 2023, besaran persentase dihitung dengan menggunakan formula baru. Naiknya UMP tersebut sudah dipastikan akan menjadi daya tarik untuk meningkatkan pembelian barang dan jasa di masyarakat. Namun, apakah tetap berlaku pada kota-kota besar dengan biaya hidup yang serba mahal seperti di ibu kota?
Pada dasarnya mahal atau tidaknya suatu barang dan jasa relatif sesuai dengan kemampuan keuangan masing-masing individu. Apabila dirasa mahal maka tidak perlu memaksakan untuk membeli sehingga dapat dialokasikan pada kebutuhan yang lain. Dengan naiknya UMP diharapkan masyarakat dapat hidup lebih layak ditengah maraknya isu resesi sehingga daya beli masyarakat masih tetap terjaga.
Pada kondisi seperti ini, pemerintah selayaknya memantau harga bahan pokok karena sifatnya yang fluktuatif sehingga sewaktu waktu dapat meningkat sangat drastis. Sesuai dengan hukum permintaan dan penawaran, apabila sudah terjadi peningkatan harga yang tidak masuk akal maka masyarakat pun juga enggan untuk membeli, sehingga menyebabkan daya belinya menjadi berkurang.
Salah satu faktor yang mempengaruhi permintaan pun berasal dari pendapatan. Dengan begitu, kenaikan UMP di berbagai kota di Indonesia memberikan gambaran bahwa akan ada lonjakan pembelian di masyarakat. Sekarang bagaimana produsen mengatur strategi dalam memasarkan produk mereka agar menarik dimasyarakat.
Penulis: Friska Arifiani/Mahasiswa Magister Ilmu Administrasi Negara Peminatan Analisis Kebijakan Publik Universitas Indonesia
(Tagsite/FriskaArifiani)