Pemanasan global yang semakin meningkat telah berpengaruh terhadap keseimbangan lingkungan hidup yang dapat membahayakan kelangsungan kehidupan manusia. Untuk itu, diperlukan berbagai upaya untuk mengurangi dampak negatif lingkungan hidup yang disebabkannya.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah melalui mekanisme pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan (Reduction Emission from Deforestation and Forest Degradation (REDD) yang kemudian mengalami perubahan menjadi REDD+.
Skema REDD+ merupakan mekanisme insentif global untuk negara berkembang dalam menjaga hutannya dari kerusakan sesuai yang dimandatkan dalam pertemuan COP-16 di Cancun, Mexico.
Indonesia sendiri sudah berkomitmen untuk mengatasi perubahan iklim melalui Konferensi Para Pihak (COP) ke-15 dengan janji Intended Nationally Determined Contribution (NDC) pada 2009 untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK).
Selanjutnya komitmen tersebut diperkuat kembali melalui dokumen NDC pertama pada tahun 2016 dengan penetapan target sebesar 29% tanpa bantuan internasional dan 41% dengan bantuan internasional dengan skenario business as usual (BAU) pada tahun 2030.
Dan pada tahun 2020, target penurunan emisi karbon kembali ditingkatkan menjadi 31%. hal ini setara dengan target penurunan emisi karbon negara-negara maju di dunia.
Untuk mencapai target NDC, maka pemerintah Indonesia memerlukan pendanaan yang sangat besar yang dioperasionalkan dari pusat hingga sub-nasional untuk berbagai program dan kegiatannya.
"Program ini dalam operasionalnya membutuhkan pendanaan yang besar, dan itu butuh komitmen semua pihak," ujar Peneliti Senior OCFI Rahmat Lahangi dalam keterangan tertulis, Senin (3/6/2024).
Lanjut ke halaman berikutnya
Simak Video "Malam Anugerah Ekonomi Hijau 2024"
(ang/ang)