Salah satu perdagangan karbon ini berasal dari pengolahan limbah kelapa sawit menjadi biochart. Limbah yang dimaksud mulai sisa tandan kelapa sawit, pelepah (daun), hingga batang pohon yang sudah tidak digunakan lagi.
Biasanya limbah ini akan dibiarkan membusuk begitu saja yang nantinya malah menjadi penghasil ekonomi karbon dan masalah lingkungan lainnya. Padahal kalau ini diolah menjadi biochart, nilai ekonomi bisa mencapai US$ 5,85 miliar. Hal ini belum termasuk hasil penjualan produk sawit sendiri.
Dedi Nursyamsi selaku pakar biochar dari Kementerian Pertanian menjelaskan hasil pengolahan limbah sektor industri kelapa sawit dapat menghasilkan emisi karbon yang sangat besar. Karbon ini dapat berupa gas ataupun padat.
Menurutnya biochart ini memiliki berbagai manfaat. Namun salah satu yang paling banyak digunakan adalah sebagai salah satu bahan penyubur tanah. Dan karena bentuknya yang berupa karbon padat, arang hasil olahan limbah sawit ini tidak mengeluarkan emisi karbon.
"Karbon yang sudah dalam bentuk padat itu atau biasa kita sebut sebagai biomas, itu bisa kita rubah menjadi biochart. Biochar itu bahasa awamnya arang pokoknya. Arang melalui proses pembakaran minim oksigen atau tanpa oksigen," jelasnya dalam Talkshow 'Optimalisasi Nilai Ekonomi Karbon (NEK) Melalui Pengembangan Biochar Limbah Kelapa Sawit' Festival LIKE 2 di Jakarta Convention Center (JCC), Kamis (8/8/2024).
"Nah arang ini saudara-saudara sekalian relatif tahan terhadap pelapukan, tahan terhadap dekomposisi, tahan juga terhadap fermentasi, tahan dia dari serangan suhu, kelembaban, mikroba dan sebagainya. Biochart itu biasanya digunakan orang itu untuk menyuburkan tanah," tambah Dedi.
Lebih lanjut, Dedi menjelaskan saat ini Indonesia mempunyai sekitar 16,5 juta hektar perkebunan kelapa sawit. Setiap hektar itu menghasilkan kurang lebih 50 ton biomas yang bisa diubah menjadi biochart.
Di luar itu, ia menyebut setiap tahun sekitar 670.000 hektar kelapa sawit harus diremajakan. Artinya sawit-sawit ini harus ditebang dan menjadi sumber emisi baru.
Jika dihitung, dalam setahun sektor ini bisa menghasilkan sekitar 58,5 juta ton karbon. Karbon-karbon ini jika diolah menjadi biochart dapat memberikan nilai ekonomi hingga US$ 5,85 miliar.
"Potensi biochart dari sawit itu bisa dihitung menjadi ekonomi karbon kurang lebih US$ 100 US per ton. Nah tinggal dikalikan aja tadi 58,5 juta ton, dikalikan dengan US$ 100. Jadi kalau dirupiahkan, sawit dari limbahnya saja sekian itu ketemu angkanya (US$ 5,85 miliar).
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum Carbon Inisiatif Indonesia (CII) Audey Sjofjan memperkirakan potensi yang dimiliki Indonesia dari pengolahan biochart dan hasil produksi sawit (CPO) bisa mencapai US$ 14,85 miliar.
"Saya langsung saja lah ke angka duit, saat ini ada 3 juta hektar kebun tua yang perlu diremajakan. Nah nilai dari 3 juta hektar itu nilainya ada 2, nilai dari biochart dan karbon kredit itu ada US$ 6,7 miliar," kata Audey.
"Setiap tahun yang tadi disertakan (Dedi) itu ada sekitar 670.000 hektar yang kita harus melakukan peremajaan. Uangnya itu setiap tahun US$ 1,3 miliar, setiap tahun. Nah ini dua yang ada di dalam perkebunan. Nah yang kalau di dalam pabrik kita total, yang bisa kita bisa dapat dari penjualan karbon kredit dan materialnya (CPO) itu hampir US$ 15 miliar (US$ 14,85 miliar) per tahun," paparnya lagi.
(hns/hns)