AS Tarik Diri dari Perjanjian Iklim Paris, Transisi Energi Dunia Tak Terwujud?

AS Tarik Diri dari Perjanjian Iklim Paris, Transisi Energi Dunia Tak Terwujud?

Andi Hidayat - detikFinance
Selasa, 21 Jan 2025 12:52 WIB
Donald Trump dilantik sebagai presiden AS, teken sejumlah perintah eksekutif
Foto: BBC World
Jakarta - Usai dilantik sebagai Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump menandatangani perintah untuk menarik negaranya dari perjanjian iklim Paris. Perjanjian iklim Paris merupakan upaya global untuk memerangi pemanasan global di seluruh dunia.

Meski begitu, langkah Trump tidak akan mempengaruhi komitmen dunia mengakselerasi energi berkelanjutan. Hal serupa terbukti dari era kepemimpinan Trump di AS. Kala itu, Trump juga memutuskan untuk keluar dari perjanjian iklim Paris.

"Dengan tidak adanya Amerika Serikat, transisi energi tumbuh. Energi terbarukan tumbuh besar-besaran. Dan kalau kita lihat, memang di Amerika pun perkembangan energi terbarukan terus juga terjadi ketika di era (pertama) Trump," kata Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa, saat dihubungi detikcom, Selasa (21/1/2025).

Fabby menilai, keputusan Trump menarik AS dari perjanjian iklim Paris bukan hal yang mengejutkan. Pasalnya, langkah menarik diri telah disuarakan Trump pada masa transisi dan kampanye Pemilihan Presiden (Pilpres) di AS beberapa waktu lalu.

"Walaupun ada sejumlah perusahaan minyak Amerika yang sebenarnya mengusulkan Amerika tidak perlu keluar, tapi keputusannya dia keluar," terangnya.

Fabby menuturkan, keputusan menarik AS dari perjanjian iklim Paris dilandaskan oleh kepentingan ideologis lantaran bertentangan dengan prinsip yang dipegang Trump. Sejak di periode pertama menjabat, Trump sendiri ingin mengekstraksi lebih banyak minyak di AS.

Di samping itu, produksi minyak dan gas di AS sendiri terus mengalami peningkatan. Peningkatan produksi itu juga dilatarbelakangi oleh ketidakinginan Trump disandera oleh kepentingan negara penghasil minyak, dalam hal ini Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC).

Sementra saat ini, AS sendiri menjadi produsen sekaligus juga eksportir gas alam cair (LNG) terbesar di dunia. Diketahui, pada tahun 2023 AS mengekspor LNG dalam jumlah besar, bahkan juga untuk negara-negara di Asia Tenggara.

"Jadi dia melihat ekstraksi fossil fuel itu bisa membawa kemakmuran bagi Amerika Serikat kalau itu dibatasi dengan upaya untuk mengurangi efek gas rumah kaca pada Paris agreement itu sangat bertentangan dengan kemauan dia," tutupnya.

Dilansir AFP, Selasa (21/1/2025), Trump menandatangani surat penarikan AS tersebut. Surat tersebut ditujukan kepada Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB). Surat tersebut berisi niat AS meninggalkan perjanjian penting tersebut di tahun 2025, yang berupaya mengurangi emisi gas rumah kaca.

Pada saat menjabat periode pertamanya sebagai Presiden AS, Donald Trump juga menarik AS dari Perjanjian Paris. Lalu Joe Biden membatalkan keputusan itu dan bergabung kembali pada hari pertamanya menjabat.

Di periode keduanya, Trump berjanji untuk menambah penambangan minyak mentah, termasuk dengan cara fracking atau teknik stimulasi hidrolik yang berongkos lingkungan tinggi. Tidak heran, jika pemerintahannya menarik diri dari Perjanjian Iklim lagi demi membuka jalan bagi penambangan baru. (rrd/rir)