Hal ini mengingat, PT Pertamina (persero), selaku BUMN Minyak RI tidak menunjukkan minatnya untuk mengambil saham milik perusahaan raksasa migas Amerika Tersebut.
Demikian hal tersebut diutarakan Menteri BUMN, Mustafa Abubakar ketika ditemui di kantornya, jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Rabu malam (11/8/2011).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mustafa menambahkan, dirinya telah bertemu dengan pimpinan Exxon yang mengutarakan niatnya untuk melepas operatorship-nya di Aceh mengingat sejauh ini terus mengalami penurunan produksi gas.
"Skala ekonominya di sana bagi Exxon yang begitu besar menjadi kecil untuk diteruskan makanya dibuka untuk siapa saja yang ingin mengambilnya, tentu saja kan Pertamina atau Medco yang paling dekat ke situ," jelas Mustafa.
Menurutnya, perusahaan seperti Medco layak untuk meneruskan apa yang sudah dikelola oleh Exxon di sana. "Kalau saya jadi Medco, tentu Medco layak untuk teruskan itu. Menurut Exxon pun masih ada sumur yang berpotensi," katanya.
Tapi, Mustafa mengaku tidak bisa menjawab lebih jauh lagi, mengingat hal tersebut lebih mengacu kepada urusan Business to Business.
"Biarkan saja itu terjadi secara b to b. Itu berada di kewenangan mereka masing-masing. Kalau dari BUMN, biarkan saja BUMN itu yang ambil aksi korporasinya, kita tidak larang untuk melakukan aksi korporasi masing-masing," tambahnya.
Seperti diketahui, Exxon memang berniat menjual proyek gasnya yang dikelola di Aceh secara keseluruhan yang ada di Mobil Exploration Indonesia, ExxonMobil Oil Indoneia, dan Mobil Indonesia LNG yang selama ini menguasai lapangan gas di sana dan memproduksi LNG..
ExxonMobil Oil Indonesia tercatat memiliki 100% saham di lapangan Arun LNG dan juga lapangan satelitnya di Lhoksukon Selatan A & D dan Phase A& B di onshore. Sementara Mobil Exploration Indonesia menguasai 100% saham di lapangan offshore Sumatera Utara, sedangkan Mobil Indonesia LNG menguasai 30% saham di pabrik pengolahan LNG Arun.
Produksi gas dari lapangan-lapangan gas tersebut terus berkurang, pada tahun lalu produksi tahunannya mencapai 215,000 Mcf per hari, dibandingkan produksi puncak yang mencapai 3,4 Bcf per hari pada 1994 dan sekitar 130.000 barel per hari kondensat pada 1989.
Ddilepasnya kepemilikan pengelolaan gas di sana karena sudah tidak ekonomis lagi bagi perusahaan tersebut. Sehingga perusahaan Amerika tersebut ingin fokus menggarap aset-asetnya yang lain di Indonesia.
Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas (BP Migas) menilai meskipun sudah tidak ekonomis, namun hal tersebut sangat ekonomis bagi perusahaan migas lokal yang berminat untuk melanjutkan pekerjaan Exxon.
Kepala BP Migas, R. Priyono menyampaikan, perusahaan migas seperti Pertamina, Medco, atau Bakrie Energy bisa meneruskan pengelolaan di sana.
(nrs/qom)











































