"Terserah pemerintah, mau menaikkan Rp 500, Rp 1.000, Rp 1.500, yang jelas dengan adanya pasal 7 ayat 6a ini, DPR RI memberikan kewenangan kepada pemerintah untuk menyesuaikan harga BBM dengan syarat tersebut. Terserah pemerintah mau mengambil atau tidak, seperti yang terjadi di 2011 lalu," ujar anggota Komisi VII DPR RI Satya W Yudha kepada detikFinance, Jumat (6/4/2012).
Satya menegaskan harga BBM bersubsidi tersebut tidak dilepaskan sesuai harga pasar, hanya saja dengan adanya ayat tersebut, pemerintah dapat menyesuaikan harga sesuai dengan kemampuan anggaran.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau harga keekonomisan sudah Rp 10 ribu maka pemerintah beri subsidi lebih 100 persen, kira-kira sehat gak seperti itu. Jadi DPR RI memberikan lampu merah, mau dinaikkan berapa. Tapi kalau pemerintah bisa menyanggupi dan mengatakan anggaran masih sehat meskipun memberikan subsidi lebih dari 100 persen itu sehingga tidak ada masalah kalau tidak dinaikkan, ya syukur Alhamdulillah, masyarakat juga ya untung," jelasnya.
Lebih lanjut, Satya menyatakan aturan yang ada dalam pasal 7 ayat 6a APBN-P 2012 tersebut merupakan himbauan kepada pemerintah guna menjaga defisit agar tidak melebihi 3 persen.
"Tugas DPR mengingatkan agar defisit tidak di atas 3 persen. Kalau dianggap masih sehat anggaran, dan pemerintah tidak mengambil wewenang tersebut, seperti yang dilakukan pemerintah tahun lalu, ya terserah pemerintah," pungkasnya.
(nia/ang)