Direktur Eksekutif RefoMiner Institute Pri Agung Rakhmanto mengatakan, keputusan MK benar. Dengan bubarnya BP Migas, maka kewenangan Pertamina kembali besar. Karena Pertamina bisa memperoleh kewenangan yang selama ini dipegang BP Migas.
"Keputusan MK benar, tidak hanya secara filosofis tetapi juga secara konseptual. UU migas sendiri menyatakan 'kegiatan usaha hulu migas', sehingga kewenangan itu memang seharusnya dijalankan oleh sebuah Badan Usaha (Milik Negara). BP Migas, dengan status BHMN adalah lembaga pemerintah dan bukan badan usaha," tutur Pri Agung dalam keterangan yang diterima detikFinance, Selasa (13/11/2012).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ditjen Migas juga tidak tepat mengambil alih fungsi dan kewenangan BP migas karena fungsi yang dijalankan adalah manajemen operasi dari suatu kegiatan usaha. Pemerintah harus segera bergerak cepat merespons keputusan MK ini, jika tidak, akan ada ketidakpastian yang sangat membahayakan kondisi migas nasional," kata Pri Agung.
Pri Agung menawarkan solusi transisi atas keputusan MK ini. Menurutnya, seluruh sumberdaya yang ada di BP Miga (personel, data, adminstrasi, dll) dapat digabungkan terlebih dahulu dengan PHE.
"Nantinya dengan UU yang baru, perlu dilakukan juga redefinisi peran, posisi dan juga restrukturisasi Pertamina," tegas Pri Agung.
Ketua MK Mahfud MD dalam keputusannya membacakan, MK membatalkan pasal 1 angka 23 dan pasal 4 ayat 3, pasal 41 ayat 2, pasal 44, pasal 45, pasal 48, pasal 59 huruf a dan pasal 61 dan pasal 63 UU Migas bertentangan dengan UU 1945.
Dalam pasal 1 angka 23 tertulis Badan Pelaksana adalah suatu badan yang dibentuk untuk melakukan pengendalian Kegiatan Usaha Hulu di bidang Minyak dan Gas Bumi.
Sedangkan pasal 4 ayat 3 berbunyi Pemerintah sebagai pemegang Kuasa Pertambangan membentuk Badan Pelaksana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 23.
MK akhirnya membatalkan pasal-pasal tersebut yang menyatakan bahwa pengelolaan migas ini diserahkan ke BP Migas yang merupakan wakil dari pemerintah.
"BP Migas inkonstitusional dan MK berhak memutus sesuatu yang tidak konstitusional," papar Mahfud.
Dalam masa transisi dengan hilangnya BP Migas, MK memerintahkan Pemerintah dan Kementerian terkait memegang kendali hingga terbentuknya organ baru.
"Segala hak serta kewenangan BP Migas dilaksanakan oleh Pemerintah atau BUMN yang ditetapkan" ujarnya.
Seperti diketahui, UU Migas ini didugat ke MK oleh Ketum PP Muhammadiyah Din Syamsudddin, mantan Ketua Umum PBNU Hasyim Muzadi, Ketua MUI Amidhan, mantan Menakertrans Fahmi Idris dan politisi muslim, Ali Mochtar Ngabalin. Selain itu, ikut menggugat pula sebanyak 12 ormas Islam.
Mereka menggugat UU 22/2001 tentang Migas. Mereka menilai UU Migas pro asing dan meruntuhkan kedaulatan bangsa.
Seperti diketahui, BP Migas adalah lembaga yang dibentuk Pemerintah Republik Indonesia pada tanggal 16 Juli 2002 sebagai pembina dan pengawas Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) di dalam menjalankan kegiatan eksplorasi, eksploitasi dan pemasaran migas Indonesia.
Dengan didirikannya lembaga ini melalui UU No 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi serta PP No 42/2002 tentang BP Migas, masalah pengawasan dan pembinaan kegiatan Kontrak Kerja Sama yang sebelumnya dikerjakan oleh Pertamina selanjutnya ditangani langsung oleh BP Migas.
BP Migas berwewenang membina kerjasama dalam rangka terwujudnya integrasi dan sinkronisasi kegiatan operasional KKKS, merumuskan kebijakan atas anggaran dan program kerja KKKS, mengawasi kegiatan utama operasional kontraktor KKKS, membina seluruh aset KKKS yang menjadi milik negara dan melakukan koordinasi dengan pihak dan/atau instansi terkait yang diperlukan dalam pelaksanaan Kegiatan Usaha Hulu.
(dnl/dru)