Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Supriana Suhala mengungkapkan, produksi batu bara Indonesia tahun lalu mencapai 421 juta ton, namun hanya 80 juta ton yang dikonsumsi dalam negeri, sisanya diekspor ke luar negeri seperti ke China dan India.
"Kita lebih banyak ekspor batu bara karena penyerapan dalam negeri tidak terlalu banyak, hanya sekitar 80 juta ton. Tahun ini saja hanya sekitar 90 juta ton dari produksi batu bara pada 2014 sebesar 397 juta ton," ungkap Supriana ditemui di rumah makan kawasan Pakubuwono, Jakarta Selatan, Rabu (19/2/2014).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jadi, membeli batu bawa dari Indonesia dinilai oleh China dan India lebih murah, ketimbang harus menggali sendiri dan mengantarnya ke lokasi yang membutuhkan seperti pembangkit listrik.
"Seperti di India membawa batu bara dari Orissa ke Mumbai jaraknya ribuan kilometer, kalau dibawa pakai truk berapa ribu truk yang harus mengangkut, dengan 1 kapal dari Indonesia dapat mengangkut 50.000 ton, kalau pakai truk itu membutuhkan 5.000 truk," ucapnya.
Hal yang sama juga terjadi di China, rata-rata tambang batu bara di China adalah tambang bawah tanah, sehingga biaya operasionalnya tinggi.
"Di bawah tanah itu, udara bayar, lampu bayar, makan juga bayar, karena harus masuk ke bawah tanah sedalam 600 meter lebih. Rusia juga punya banyak batu bara tapi bawanya ke pantai mencapai 2.000 Km, kalau Austrilia jaraknya ke laut 200 km, bandingkan dengan Indonesia hanya 12-28 Km saja, tentu jauh lebih efisien," tutupnya.
(rrd/dnl)