Wamenkeu: Tidak Mudah Mengurangi Subsidi BBM

Wamenkeu: Tidak Mudah Mengurangi Subsidi BBM

- detikFinance
Rabu, 30 Apr 2014 16:18 WIB
Wamenkeu: Tidak Mudah Mengurangi Subsidi BBM
Jakarta - Ide untuk mengurangi anggaran subsidi bahan bakar minyak (BBM) dengan kenaikan harga secara bertahap sudah ada dalam Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2009-2014. Namun belum bisa direalisasikan, karena memang tidak mudah.

Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Bambang Brodjonegoro mengatakan pemerintahan mendatang bisa saja mengambil kebijakan tersebut. Namun berdasarkan pengalaman, itu tidak mudah.

"Sudah ada di RPJMN yang kemarin, yang sekarang sudah habis. Nggak gampang," tegas Bambang pada acara Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) di Hotel Bidakara, Jakarta, Rabu (30/4/2014).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Untuk merealisasikan kebijakan tersebut, pemerintah harus memiliki kajian yang lengkap beserta dampaknya. Kemudian pemerintah harus membahas bersama DPR.

Untuk pemerintahan mendatang, menurut Bambang, tetap harus melalui proses tersebut. Dia menilai memang perlu ada upaya untuk mengurangi subsidi. "Pengurangan itu harus dilakukan walau susah," ujarnya.

Tahun ini, Bambang menilai kenaikan harga BBM bersubsidi sulit dilakukan. Peluang untuk itu mungkin baru terbuka pada 2015.

"Pada 2015 harus ada, kalau 2014 nggak ada yang signifikan," sebut Bambang.

Selama periode 2010-2014, pemerintah telah mengajukan kenaikan harga selama dua kali, yaitu 2012 dan 2013. Namun baru sekali disetujui, yaitu 2013 dengan harga premium menjadi Rp 6.500/liter dan solar Rp 5.500/liter.

Pada kesempatan yang sama Menteri PPN/Kepala Bappenas Armida Alisjahbana mengatakan subsidi BBM tetap akan menjadi pekerjaan rumah terbesar pemerintah selanjutnya. Sama seperti yang dialami pemerintahan saat ini.

"Untuk energi, PR terbesar kita adalah juga mengenai subsidi energi. Subsidi BBM dan subsidi listirk, di periode berikut harus selesai," kata Armida.

Jika tidak, maka tingginya beban anggaran akan kembali terulang. Ini akan mengorbankan prioritas lainnya, seperti pembangunan infrastruktur.

"Tanpa ada penyelesaian, makin besar bebannya dan juga bisa mengurangi kapasitas fiskal," ucap Armida.

Β 
(mkl/hds)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads