PLN Rindukan Tarif Listrik di Zaman Soeharto

PLN Rindukan Tarif Listrik di Zaman Soeharto

- detikFinance
Jumat, 30 Mei 2014 14:15 WIB
Jakarta - Kisruh tarif listrik saat ini terus terjadi, kenaikan tarif listrik pada sejumlah industri baru-baru ini menimbulkan protes di kalangan pengusaha. PLN sendiri sebenarnya menginginkan tarif listrik kembali seperti tahun 1994-1997.

Saat itu, tarif listrik dibiarkan mengambang (floating) mengikuti harga keekonomian. Jadi ada penyesuaian tarif listrik setiap 3 bulan.

"Saya ingin taruf kembali ke 1994-1997, zaman Pak Harto. Dulu rating kita BBB- atau investment grade. Tarif floating, tiap 3 bulan naik turun sendiri. Waktu itu tidak ada masalah dan sudah diterima masyarakat, pelanggan nggak ada komplain," ujar Direktur Utama PLN Nur Pamudji saat ditemui di Hotel Ambhara, Jakarta, Rabu lalu (28/5/2014).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun, pada 1998 saat kurs rupiah terhadap dolar AS melompat tinggi, dan bila sistem floating ini digunakan, maka tarif listrik akan tinggi sekali. Akhirnya pemerintah memutuskan menyetop sementara sistem tarif seperti itu.

Sistem ini akhirnya kembali diterapkan untuk pelanggan industri tertentu, mulai Mei 2014. Namun muncul protes di sejumlah pelaku usaha yang terkena aturan tarif listrik baru ini.

"Saat menggunakan sistem tarif di 1994-1997, keuntungan PLN terbesar dibandingkan BUMN lain, subsidi nol, kebutuhan investasi cukup. Saya ingat kembali ke masa keemasan regulasi tahun 1994-1997. Kita harus belajar dari masa itu," cetus Nur.

Nur mencontohkan tarif listrik di sejumlah negara maju seperti Jepang. Di negara ini, pemerintah malah memberikan subsidi listrik kepada pelanggan produktif, yaitu industri. Sementara listrik untuk kegiatan konsumtif tidak disubsidi.

"Jadi tarif rumah tangga lebih tinggi dari industri. Bahkan di Afrika Selatan dan Malaysia menerapkan jumlah listrik minimum yang harus disediakan untuk tiap warga negaranya. Listrik untuk kebutuhan minimum ini digratiskan, namun begitu daya ditambah, langsung dikenakan tarif," jelas Nur.

Pada kesempatan yang sama, Nur membahas soal aturan marjin listrik yang diterapkan kepada PLN saat ini. Aturan saat ini sangat sederhanya, biaya (cost) ditambah marin. Jadi marjin sudah ditetapkan dengan nilai tetap sejak awal.

Aturan ini sedang dalam proses pengubahan oleh Kementerian Keuangan. Sedang diproses aturan bernama performance based regulation (PBR) yang sudah diterapkan banyak negara.

Dalam aturan ini, marjin kepada PLN ditentukan berdasarkan 3 komponen, yaitu penggunaan bahan bakar, kinerja pelayanan PLN kepada pelanggan, dan terakhir keuntungan yang diukur dari pertumbuhan aset.

"Aturan baru ini bagus, membuat PLN tertantang untuk makin berprestasi. Ada ukuran yang nyata dan di saat yang sama keuntungan juga pasti harus dijaga," jelas Nur.

(dnl/ang)

Hide Ads