Saya pun mencari penyebabnya. Bukankah saat saya menjabat Dirut PLN dulu Nunukan sudah saya selesaikan dengan tuntas? Bahkan dengan jalan yang amat radikal? Waktu itu Nunukan saya selesaikan dengan cara menggelar kabel bawah laut dari daratan Kalimantan.
Di daratan yang jauhnya 50 km dari pulau Nunukan itu, ada sumber gas. Tapi kecil sekali. Hanya 2 mmfcd. Ini tidak ada nilai ekonominya. Mau dipakai di lokasi ditemukannya gas itu, tidak ada penduduknya. Mau dikirim gasnya, terlalu kecil.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Listrik sebanyak 8 MW bisa dihasilkan dan dikirim ke Nunukan. Lho, kok krisis listrik lagi? Saya pun telepon sana-sini. Akhir baru saya ketahui bahwa sistem pengiriman listrik itu terganggu. Maka saya bicara agak keras dengan pimpinan PLN Kaltim.
Terutama karena dia tidak bisa menjawab pertanyaan saya: mengapa terganggu, di bagian mana terganggu, mengapa lama terganggu, dan seterusnya. Saya termasuk yang memaklumi terjadinya gangguan, tapi saya tidak bisa menerima kalau tidak ada yang bisa menjelaskan gangguannya karena apa.
Akhirnya diketahui gangguan itu ada di kubikel. Sangat teknis. Kini saya minta dilapori sejak kabel bawah laut itu beroperasi sudah berapa kali terjadi gangguan dan apa saja penyebabnya. Beres. Lalu Tarakan.
"Kalau PLN tidak bisa mengatasi, saya bisa mengatasi. Tapi PLN harus memberi kesempatan ada orang lain untuk mengatasi," ujar pak Zainal Muttaqin, pimpinan Kaltim Post yang kini juga pengusaha listrik menggantikan saya.
Tapi saya memilih mengusut persoalan dasarnya? Mengapa Tarakan tidak kunjung tercukupi listriknya. Saya pun melakukan hubungan telepon berkali-kali dengan Dirut PLN Tarakan. Ternyata ada dua persoalan. Pertama gas dari Medco hanya terkirim 6 mmcfd. Mengapa? Karena salah satu dari dua kompresornya rusak. Kok rusak? Kok rusaknya lama? Kok seperti tidak ada yang urus?
Saya pun hubungi Dirut Pertamina, Karen Agustiawan. "Bu Karen, Tarakan krisis listrik. Suplai gas dari Medco sekarang hanya 6 mm, karena salah satu kompresornya sudah lama rusak. Bisakah minta tolong diatasi? Beli baru? Dalam kasus seperti ini semuanya rugi: Pertamina rugi, Medco rugi, PLN rugi, rakyat tarakan rugi," tulis saya dalam SMS ke Bu Karen.
Penyebab kedua adalah: gas yang dijanjikan MKI belum bisa mengalir. Mestinya Juni tahun lalu sudah beres. Saya harus mencari penyebabnya. Saya akhirnya SMS Hendi, Dirut PGN.
"Bung Hendi, minta tolong, Tarakan krisis listrik. Mestinya dapat gas 7 mm dari MKI sejak tahun lalu, tapi sampai sekarang belum dapat. Kabarnya kontraktor sumur gasnya, Pegasol (grup PGN) belum menyelesaikan pekerjaannya. Tolong ya," tulis saya.
Semuanya kini lagi kerja menyelesaikan semua itu. Saya benar-benar tersiksa oleh kondisi Tarakan dan Nunukan.
(feb/ang)